Tatang M. Amirin; 18 Oktober 2010 Hampir dalam banyak tulisan selalu disebutkan bahwa Majaphit hancur karena diserang oleh Demak, dan juga dikaitkan dengan “Budha” dihancurkan oleh “Islam.” Bahkan, ada tulisan yang menyebutkan bahwa orang Islam itu kejam. Anak (Islam) saja “wajib” membunuh “orang tuanya” yang “kafir” (Hindu). Raden Patah (Islam, anak Brawijaya) wajib membinasakan orang tuanya (Brawijaya) karena orang tuanya “masih kafir.” Itu antara lain kata Darmogandhul.
Nah, terkait dengan itu, ada baiknya tulisan berikut disimak dengan jernih, dengan logika keilmuan yang disertai bukti-bukti “peninggalan sejarah,” bukan sekedar dari naskah-naskah yang ditulis kemudian yang berbasis ceritera dari orang-orang ke orang-orang (tutur-tinular). Artinya, tulisan ini pun tetap bisa menjuadi “hipotesis.”
Ini tulisan dimaksud, dinukil dari Wapedia [“Wiki: Girindrawardhana”]
Brawijaya adalah nama raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, misalnya Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Nama ini sangat populer dalam masyarakat Jawa namun tidak memiliki bukti sejarah yang kuat, misalnya prasasti. Oleh karena itu perlu diselidiki dari mana asalnya para pengarang babad dan serat memperoleh nama tersebut. Nama Brawijaya diyakini berasal dari kata Bhra Wijaya, yang merupakan singkatan dari Bhatara Wijaya. Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada tahun 1513 ada seorang raja bernama Batara Vigiaya yang bertakhta di Dayo, namun pemerintahannya dikendalikan oleh Pate Amdura. Batara Vigiaya merupakan ejaan Portugis untuk Bhatara Wijaya, sedangkan Dayo bermakna Daha. Dari prasasti Jiyu diketahui bahwa Daha diperintah oleh Dyah Ranawijaya pada tahun 1486. Dengan kata lain, Brawijaya alias Bhatara Wijaya adalah nama lain dari Dyah Ranawijaya. Identifikasi Brawijaya raja terakhir Majapahit dengan Ranawijaya cukup masuk akal, karena Ranawijaya juga diduga sebagai raja Majapahit. Kerajaan Dayo adalah ejaan Portugis untuk Daha, yang saat itu menjadi ibu kota Majapahit. Menurut Babad Sengkala pada tahun 1527 Daha akhirnya dikalahkan oleh Kesultanan Demak.
Ingatan masyarakat Jawa tentang kekalahan Majapahit yang berpusat di Daha tahun 1527 bercampur dengan peristiwa runtuhnya Majapahit yang berpusat di Mojokerto tahun 1478. Akibatnya, Bhra Wijaya yang merupakan raja terakhir tahun 1527 oleh para penulis babad “ditempatkan” sebagai Brawijaya yang pemerintahannya berakhir tahun 1478. Akibatnya pula, tokoh Brawijaya pun sering disamakan dengan Bhre Kertabhumi, yaitu raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1474-1478. Padahal, tidak ada bukti sejarah yang menyebut bahwa Bhre Kertabhumi juga bergelar Brawijaya. Lebih lanjut tentang identifikasi Brawijaya, bisa dilihat dalam artikel Bhre Kertabhumi dan Kertawijaya
3. Pengangkatan Ranawijaya menurut Kronik Cina
Pemerintahan Bhre Kertabhumi tidak meninggalkan bukti prasasti, juga tidak diceritakan secara tegas dalam Pararaton. Justru dalam kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong ditemukan adanya raja Majapahit bernama Kung-ta-bu-mi. Pada tahun 1478 Kung-ta-bu-mi dikalahkan putranya sendiri bernama Jin Bun, yang lahir dari selir Cina. Jin Bun ini identik dengan Panembahan Jimbun alias Raden Patah pendiri Kesultanan Demak. Setelah itu, Majapahit menjadi bawahan Demak. Jin Bun mengangkat seorang Cina muslim sebagai bupati bernama Nyoo Lay Wa. Pada tahun 1486 Nyoo Lay Wa mati akibat unjuk rasa kaum pribumi. Maka, Jin Bun pun mengangkat bupati baru di Majapahit, seorang pribumi bernama Pa-bu-ta-la yang juga menantu Kung-ta-bu-mi. Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabhu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang mengeluarkan prasasti Jiyu tahun 1486. Tidak diketahui dengan pasti dari mana sumber sejarah yang digunakan oleh penulis kronik Cina tersebut.
4. Hubungan Ranawijaya dengan Bhre Kertabhumi
Menurut kronik Cina di atas, Ranawijaya adalah menantu Bhre Kertabhumi yang diangkat oleh Raden Patah sebagai raja bawahan Demak. Pendapat lain mengatakan, Ranawijaya menjadi raja Majapahit atas usahanya sendiri, yaitu dengan cara mengalahkan Bhre Kertabhumi tahun 1478, demi membalas kekalahan ayahnya, yaitu Suraprabhawa. Pendapat ini diperkuat oleh prasasti Petak yang menyebutkan kalau keluarga Girindrawardhana pernah berperang melawan Majapahit
5. Perang Majapahit dan Demak
Pada umumnya, perang antara Majapahit dan Demak dalam naskah-naskah babad dan serat hanya dikisahkan terjadi sekali, yaitu tahun 1478. Perang ini terkenal sebagai Perang Sudarma Wisuta, artinya perang antara ayah melawan anak, yaitu Brawijaya melawan Raden Patah, tetapi cerita ini cenderung bertentangan dengan fakta sejarah yang diperkuat oleh prasasti petak dan prasasti Jiyu bahwa Brawijaya dijatuhkan oleh Girindrawardhana pada tahun 1478. Jadi sesungguhnya terjadi adalah perang antara Demak dan Daha untuk memperebutkan hegomoni sebagai penerus Majapahit.
Naskah babad dan serat tidak mengisahkan lagi adanya perang antara Majapahit dan Demak sesudah tahun 1478. Padahal menurut catatan Portugis dan kronik Cina kuil Sam Po Kong, perang antara Demak melawan Majapahit terjadi lebih dari satu kali. Dikisahkan, pada tahun 1517 Pa-bu-ta-la bekerja sama dengan bangsa asing di Moa-lok-sa sehingga mengundang kemarahan Jin Bun. Yang dimaksud dengan bangsa asing ini adalah orang-orang Portugis di Malaka. Jin Bun pun menyerang Majapahit. Pa-bu-ta-la kalah namun tetap diampuni mengingat istrinya adalah adik Jin Bun. Perang ini juga terdapat dalam catatan Portugis. Pasukan Majapahit dipimpin seorang bupati muslim dari Tuban bernama Pate Vira. Selain itu Majapahit juga menyerang Giri Kedaton, salah satu sekutu Demak di Gresik. Namun, serangan ini gagal di mana panglimanya akhirnya masuk Islam dengan gelar Kyai Mutalim Jagalpati. Sepeninggal Raden Patah alias Jin Bun tahun 1518, Demak dipimpin putranya yang bernama Pangeran Sabrang Lor sampai tahun 1521. Selanjutnya yang naik takhta adalah Sultan Trenggana adik Pangeran Sabrang Lor. Menurut kronik Cina, pergantian takhta ini dimanfaatkan oleh Pa-bu-ta-la untuk kembali bekerja sama dengan Portugis. Perang antara Majapahit dan Demak pun meletus kembali. Perang terjadi tahun 1524. Pasukan Demak dipimpin oleh Sunan Ngudung, anggota Wali Sanga yang juga menjadi imam Masjid Demak. Dalam pertempuran ini Sunan Ngudung tewas di tangan Raden Kusen, adik tiri Raden Patah yang memihak Majapahit. Perang terakhir terjadi tahun 1527. Pasukan Demak dipimpin Sunan Kudus putra Sunan Ngudung, yang juga menggantikan kedudukan ayahnya dalam dewan Wali Sanga dan sebagai imam Masjid Demak. Dalam perang ini Majapahit mengalami kekalahan. Raden Kusen adipati Terung ditawan secara terhormat, mengingat ia juga mertua Sunan Kudus. Menurut kronik Cina, dalam perang tahun 1527 tersebut yang menjadi pemimpin pasukan Demak adalah putra Tung-ka-lo (ejaan Cina untuk Sultan Trenggana), yang bernama Toh A Bo.
Dari berita di atas diketahui adanya dua tokoh muslim yang memihak Majapahit, yaitu Pate Vira dan Raden Kusen. Nama Vira mungkin ejaan Portugis untuk Wira. Sedangkan Raden Kusen adalah putra Arya Damar. Ibunya juga menjadi ibu Raden Patah. Dengan kata lain, Raden Kusen adalah paman Sultan Trenggana raja Demak saat itu. Raden Kusen pernah belajar agama Islam pada Sunan Ampel, pemuka Wali Sanga. Dalam perang di atas, ia justru memihak Majapahit.
Berita ini membuktikan kalau perang antara Demak melawan Majapahit bukanlah perang antara agama Islam melawan Hindu sebagaimana yang sering dibayangkan orang, melainkan perang yang dilandasi kepentingan politik antara Sultan Trenggana melawan Dyah Ranawijaya demi memperebutkan kekuasaan atas pulau Jawa. Menurut kronik Cina, Pa-bu-ta-la meninggal dunia tahun 1527 sebelum pasukan Demak merebut istana. Peristiwa kekalahan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya ini menandai berakhirnya riwayat Kerajaan Majapahit. Para pengikutnya yang menolak kekuasaan Demak memilih pindah ke pulau Bali.
6. Kepustakaan
- Babad Majapahit dan Para Wali (Jilid 3). 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
- Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
- Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
Terima kasih, tulisan Anda, entah dari sumber mana pun, selalu bermanfaat untuk banyak orang. Makin banyak sumber yang dibaca, makin luas wawasan kita. Begitu kira-kira. Hanya selalu yang harus ada dalam pikiran jernih dan kritikal kita adalah: ada sejarah, ada ceritera sejarah (termasuk babad), bahkan ada pula legenda. Ceritera sejarah dan babad pasti ada tafsiran dan bumbu-bumbu.
Ha ha ha, memang kenapa sih kang kalau memang Demak menyerang Majapahit (Majapahit yang Trowulan, Bre Kerthabumi)? Syiar tauhid itu wajib, jika bisa damai, damai, jika harus pakai pedang, ya pakai pedang. Lagipula apakah setelah Demak menang, Raden Fatah main bantai nonmuslim? Kan nggak. Justru fakta sejarah membuktikan Hindu bela2in konspirasi dengan penjajah (Portugis) untuk melawan Muslim, ayoo yang pengkhianat Nusantara siapa??
Jangan lupa juga bahwa Majapahit (Bre Kerthabumi) yang duluan menyerang Kadipaten Giri dan membantai banyak santri. Kalau serangan Raden Fatah ke Trowulan dianggap sebagai preemptive strike kan bisa juga? Daripada nunggu diserbu oleh Majapahit enakan nyerbu duluan. Gimana kang? O iya, mungkin akang mau cek, Babad Demak terbitan tahun 1906 versi Kraton Yogyakarta justru mempertegas bahwa Raden Fatah memang menyerbu kerajaan ayahnya sendiri.
@Jon : kalau harus pakai pedang ya pakai pedang ??? agama apaan tuh? agama duniawi yg membunuh sesama manusia? hebat sekali. jauh sekali ajaran “kebenaran” nya dari agama lain yg merupakan agama sorgawi.
tau dari manahindu konspirasi dengan penjajah? justru agama lu itu yg konspirasi sama arab utk jatoin hindu budha di nusantara, sampe semua artifak peninggalan majapahit dll peninggalan hindu lainnya dihancur2kan.
penghianat nusantara siapa? ya elu itu cuy yg menghianati majapahit karena sudah KE ARAB-ARAB AN
akan lebih baik jika setiap artikel di sertakan BUKTI EMPIRIS yang bisa di PERTANGGUNG JAWABKAN secara ILMIAH,baik berdasar KITAB/SERAT,dan juga PRASASTI … sebab sebuah penelitian meskipun SERAT menyatakan begini,ketika di temukan PRASASTI dan serat/kitab tandingan/bantahan , maka kajian AKADEMIS akan tetap memakai yang memiliki dasar TERKUAT secara ILMIAH … bukan hanya berdasar dongeng + penambahan bumbu pada dongeng yang tidak memiliki PIJAKAN pada DATA VALID dan FAKTA perkuatan lainnya
serat / kitab ,akan terbantah dengan bukti fisik, sebab serat akan sangat terpengaruh pada EMOSI dan sebuah KEPENTINGAN dari PENULIS serat itu sendiri , baik kepentingan pribadi,kelompok/golongan ,dan kepentingan politik .. hal yang LUMRAH,apalagi berkaitan dengan sebuah PERTIKAIAN …. …, akan lebih baik jika di sikapi dengan hati JERNIH,mengedepankan INTELEKTUALITAS,INTELEGENSIA,dan KRISTIS dengan DASAR BUKTI KONKRIT ,bukan dengan luapan EMOSI yang mengedepankan EGO … Negara yang besar adalah negara yang Menghargai KEBENARAN SEJARAH yang MEMILIKI DASAR BUKTI
dan bukan yang MENGEDEPANKAN EGO berdasarkan DONGENG
Memang harusnya begitu, kan! Maka segala macam kontroversi sejarah yang logis, patut diketengahkan, biar para ahli sejarah mencari bukti sejarah, bukan dongeng!
intinya segala macam yg berbau majapahit atau kehindu hinduan dan kebudha budha an semua dihancurkan oleh antek2 arab. sampe ahirnya nusantara kehilangan persatuan dan dengan mudahnya dibego2in sama eropa.
bandingkan dengan jaman majapahit dimana nusantara punya jati diri khas hindu budha dimana manusianya menggunakan logika bukan emosi (islam pake emosi doang ga boleh pake logika kan?)
assalamualaikum, tulisan yg anda tulis sungguh sgt lengkap dan rinci, meski dlm berbagai sumber yg pernah sy baca blm sy temui berita/naskah spt yg anda tulis, satu hal yg sgt sy sayangkan,entah itu anda sadari ato tdk, sekali lg anda sadari ato tidak, sebagian isi tulisan anda menuntun pembaca ke sebuah kesimpulan (oleh pembaca itu sendiri) ttg bgmna islam awal berkembang lgkap dg kekuatan pedang, intrik, dan penghianatan…mari kita cerdaskan bangsa dg sajian yg tdk hy bermutu tp jg berimbang, salam
kenyataan gan. islam memang bengis. semua yg ga berbau islam diancurkan. sudah lupa tah gimana itu majapahit diketemukan awal mula nya? diancurkan sama arab gan.
Kalau dibaca dengan kaidah penulisan karya ilmiah, hendaklah tiap kutipan memuat sumbernya. Sumber yang baik misalnya surat surat/dokumen/laporan pedagang portugis, cina dsb yang waktu itu menjalin hubungan dengan kerajaan kerajaan (sebagian ada di Belanda), atau hasil riset. Coba kita sama sama belajar menulis dari H.J de Graaf.
Hihi, kan ini cuma mengambil dari kata/tulisan orang yang saya anggap “kontroversial” (saya tidak yakin, Anda bisa lebih tidak yakin). Saya tidak sedang menulis sejarah-ilmiah. Yang ilmiah saya tulis pada kasus lain, itu pun terbatas karena artefak sejarah dll,-nya sangat terbatas. Hehe, saya kan ngajar sejarah sosial………………. gak sembarangan juga lah………… Namun demikian, terima kasih atas komentar Anda. Selamat berkarya!!!
Si om terlalu mendramatisir sejarah yang diselipi rasa benci dan seolah menyalahkan satu pihak ( jujur om).tulisan tak menunjukan bukti tahun kejadian, namun hebatnya si om bisa MENERKA niat dari orang Islam yang menyebutnya dengan MISI.maaf om dalam ISLAM itu yang ada istilah DAKWAH ( MENGAJAK) beda jauh artinya dengan MISI.
dan ada yang lebih HEBAT LAGI dari tulisan si OM tentang larinya BANGSA PORTUGIS ((( lucu sekali si om berkata INVESTOR ))DARI JAWA dan ((maaf lucu lagi om,si om menulisnya pindah ke Malaka)))pindah ke Malaka (( pindah investasi ya om,padahal sejarah membuktikan Malaka luluh lantak oleh bangsa berambut jagung dan penuh bintik” dibadannya itu))),,..sejarah adalah masalalu om ,tulisan si om yang terlalu didramatisir bisa memantik api kebencian lagi.saya bisa luruskan semua apa yang ditulis si om,tapi terlalu panjang om
Cepiin suryana kamu harus sedar perkataan MISI dengan DAKWAH itu dua perkataan dari bahasa yang berbeda, tapi bermaksud yang sama.
* MISI=gerakan menyebarkan agama secara halus atau terangan.
* DAKWAH= gerakan menyebarkan agama secara halus atau terangan.
Mengenai Malaka, istilahnya mmg benar kerana orang Portugis yang menduduki Melaka kembali ke sana. Apa yang lucu bangat itu!
http://kilasbaliknusantara.blogspot.com/2010/12/misi-pengislaman-nusantara-1.html
Tulisan anda sangat bagus dan mengandung informasi yang logis,detail serta akurat. Namun keterpihakan terhadap suatu paham ataupun golongan bisa menodai bahkan mengurangi nilai maupun isi sejarah itu sendiri.Mari kita lihat sejarah dengan MATA TERBUKA…………………………………………………………………..
Namanya juga “kontroversi,” ya dimuat saja jika ada yang bikin kontroversi, biar semua melek dan mau menelaah lebih lanjut. Sejarah itu susah dicari dengan mata terbuka, karena “data” sejarah itu sebagian besar “pejam mata” (dah lama mati). Saya bukan ahli sejarah, jadi yang kontroversi itu biar digali lebih lanjut oleh ahlinya! Biar mereka cari data yang akurat (melalui kritik eksternal dan internal diperoleh data yang valid dan reliabel). Mana yang benar? Wallahu a’lam, tugas kita hanya ikhtiar, dengan “pengetahuan” yang memadai. Terima kasih. Saya sebenarnya berusaha netral aja, kok, sebab “history” suka-suka jadi “his story” juga. Dan “his story” pun bisa berubah jadi “my story” atau “your story.”
Sebuah sejarah akan semakin akurat bila didukung berbagai sumber pustaka maupun referensi yang jelas, netral, tidak menyudutkan ataupun berpihak terhadap suatu kelompok,golongan maupun kepercayaan. Karena tenggang waktu yang lama, suatu sejarah sangat mungkin terkontaminasi dengan pelbagai “BUMBU GULE”…..pkoke serdap n mak nyuzzzzzzz!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Jadi, kalau ada bumbu kontroversi, masakannya tambah sedap dan membuat para ahli sejarah “mikiiiiiiir terus!
melihat bukti sejarah.perkembangan agama islam ternyata ditegakkan dengan cara2 yang licik memecah belahdan yang paling keji ditegakkan dengan pedang
Nisa, enggak usah emosional, agama (yang benar) ajarannya baik, orang yang memeluk agama itu yang “menutupi” kebaikan agama, karena hawa nafsunya (untuk berkuasa dsb.). Bujangga India itu dengan bijak membuat lakon Pandawa dan Kurawa. Dua-duanya mempunyai dewa Tuhan yang sama, bersaudara pula. Toh perang juga. “Itulah dunia kehidupan manusia, yang beragama apapun. Kalau mau berkata menurut sejarah, pelajarilah seluruh sejarah, jangan sepotong, dan jangan hanya dari satu sisi. Itulah kenapa saya tuliskan yang Anda komentari ini dalam “rubrik” kontroversi, biar yang benar-benar ahli sejarah tergerak untuk mencari bukti-bukti sejarah yang benar. Sejarah Indonesia saja dikomentari buatan (dan dengan kepentingan) Belanda, maka –katanya–jangan dipercaya. Di kalangan Islam, antara orang Islam saja terjadi perang (contohnya Peristiwa Karbala). Dalam kalangan Nasrani, antara Protestan dan Katolik saja perang terus (maaf, pemeluknya–bukan agamanya–di belahan dunia tertentu). Di Indonesia sesama pemeluk Hindu saja perang (Maja Pahit dan Pajajaran, Ken Arok dan Tunggul Ametung). Di Amerika Serikat kelompok “White Male Protestant Anglo-Saxon (WMPA)” menindas” kelompok lain (discriminating) bahkan memperbudak tanpa kemanusiaan, dan mau “menjadikan” yang lain sama dengannya, mengikuti “budayanya” (baca buku-buku multicultural education movement di AS). Hati-hati, itu bukan agama Protestan, tapi kelompok tertentu yang memeluk Protestan. Hati-hati, itu bukan ras kulit putih, tapi kelompok tertentu yang kebetulan ras kulit putih. Nazi Jerman (enggak tahu saya agamanya apa) dengan kejam membasmi orang-orang Yahudi. Enggak tahu (yakin) pula saya dengan latar belakang apa. Pernah terbaca katanya tampaknya bukan karena beda agama. Dari luar tampak seperti antar agama, padahal bukan. Makasih.
Kalo soal Majapahit dihancurkan secara kejam sebenarnya Majapahit juga sering menghancurkan kerajaan-kerajaan lain. Lagi pula yang menghancurkan Majapahit adalah orang keturunan Majapahit juga.. Orang Jawa juga. Tanah ini bukan milik raja majapahit tapi milik seluruh yang hidup di nusantara ini.
Wah, ini sih bukan komentar sejarah, tapi “filosofis.” Hehehe….. Kita tunggu saja ada sejarahwan yang bisa gali dengan detail dan ilmiah tidak.
majapahit tidak menghancurkan kerajaan2 lain cuk. tapi mengintegrasikan menjadi 1 kerajaan besar. kalo menghancurkan itu membuang semua prasasti dan merusak peninggalan2 nya, seperti islam yg menghancuran peradaban majapahit.
…tidak menghancurkan ….tapi mengintegrasikan…. menjadi 1 kerajaan besar…..
Istilah itu Sama aja seperti tidak menaikkan tdl……tapi menyesuaikan harga listrik….samimawon….!
@ wanta: novel yang banyak bumbunya dan tendensius masih kalah bagus sama karangan sh.mintardja atau kho ping ho hehehe siapa yang mau mengarang ria hehe
Itulah sejarah, bisa jadi his story siapapun, adakah ahli sejarah yang benar-benar netral? Mungkin akan tetap jadi kontroversi SEPERTI HEADER yang saya cantumkan!
bukan karangan cuk. kenyataan. islam memang brutal dan kejam.
NImbrung ya mas, Kita sudah sama paham, kerajaan dimanapun hanya menyisakan satu dua orang rajanya yang berlaku adil bijaksana, selebihnya diceritakan tabiat-tabiat dan perilaku yang sama dimanapun, diseluruh dunia, entah agamanya apapun.
Dan perang agama antara islam dan hindu, menurut catatan VOC Belanda ketika itu, menyatakan perang itu nyatanya berakar pada perihal itu-itu saja, apalagi kalau bukan perebutan antar trah generasi saja, meski akhirnya sentimen agama yang digaungkan hanya hendak mendapat pengaruh pembelaan spontanitas dari rakyat jelata maupun kerajaan lain yang bisa dijadikan bala bantuannya.
Kedua-duanya baik Majapahit (antara Kertabhumi dan Ranawijaya dan akhirnya dengan keturunan-keturunan Raden Patah), Demak, Pajang dan Mataram sama-sama berupaya mengambil suksesi Trah Majapahit agar bisa sah dipandang rakyat Jawa yang notabene masih mendambakan kejayaan Majapahit.
Jadi boleh kita asumsikan, bahwa keadaan di Jawa saat itu tidak ada yang menaruh kebencian pada Majapahit. Tetapi justru sebaliknya, Demak saja yang mencoba melegalisasikan dirinya sebagai pemegang otoritas kerajaan di Jawa paska Majapahit yang runtuh tetap membutuhkan nama Majapahit untuk tetap mendapat simpati tambahan dari orang-orang Jawa pribumi.
Ingat kenapa pribumi? karena Demak dan dewan walinya, banyak dikuasai orang-orang keturunan baik cina, champa maupun arab. Dan ini harus dicatat pula, bahwa tidak serta merta dijaman Majapahit semua orang Jawa beragama siwa maupun budha, karena nyatanya dalam versi VOC dan Portugis, keadaan agama didominasi oleh kepercayaan agama pribumi, yakni agama budhi, yang disebut prasasti cina agama buda jawa, karena sangat mirip dengan budha daripada siwa/hindu.
Dimasa demak yang mewajibkan agama raja yang islam harus sama diikuti rakyatnya, justru menjadikan ketidak puasan orang jawa yang berbuntut adanya pemisahan abangan dan putihan, Jadi orang2 pribumi Jawa sesungguhnya berada dalam kuasa campur tangan orang-orang asing berdalih agama, hingga pada akhirnya portugis dan belanda mengambil keuntungan dari semua peristiwa disana.
Belanda sepeninggal Portugis, memanfaatkan kerajaan-kerajaan Islam dengan membantunya menyediakan ahili-ahli Islam, dana masjid, pesantren hingga membawa gratis orang2 jawa naik haji ke mekkah, adalah upaya menghilangkan patronisasi majapahit orang-orang jawa, agar mau beralih pandangannya ke islam hingga tunduk pada kerajaan-kerajaan islam, dengan demikian Belanda hanya tinggal menundukkan raja-rajanya saja melalui pengaruh koloni dagangnya tanoa harus berhadapan dengan rakyat pribumi jawa.
Jadi kalau dinyatakan murni perang hindu dan islam, saya kurang apriori terhadap asumsi sejarah itu, karena nampaknya meminggirkan fakta keadiluhungan budaya Jawa yang kita sudah akui tidak selalu berakar dari hindu atau budha juga Islam, artinya sejarah lebih mencatat atas nama klaim agama, dan agama pribumi yang nilai-nilai filsafatisnya sudah diakui semasa itu oleh tiongkok, portugis dan belanda, justru dibenamkan oleh kita sendiri karena klaim agama yang dikuasai kerajaan. Padahal Majapahit itu nyatanya tidak hanya ada menteri siwa dan budha tetapi juga menteri agama jawa (disebut Romo pandita). yang berkedudukan sejajar (merujuk 5 menteri yg bertugas mengurus agama berbeda). Rahayu
Ya, itulah analisis. Hehe, bisa melihatnya dari berbagai sudut. Sejarah Islam saja mencatat perang antara umat Islam karena rebutan tahta khalifah itu nyata, dan tidak ditutup-tutupi. Bukan soal antar aliran atau mazhab, tapi lebih pada kepentingan ketahtaan (baca: “duniawi), sama seperti sekarang terjadi di mana-mana. Dan soal agama “PRIbumi” nyatanya selalu saja ada yang membuat agama “PRIbadi” dengan berbagai latar belakang dan motivasinya. Jadi, bisa timbul (ditimbulkan) dana tau tenggelam (ditenggelamkan), bukan karena ajaran agamanya saja, tapi juga karena ada unsur manusia dengan kepentingannya.
Yang benar adalah apa yang kita yakini…..dan yang Maha Benar adalah dari Yang Maha Benar..Dia Satu, tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tidak ada satu apa pun yang serupa dengan Dia.
Tergantung apa itu “yakin,” kan. Kan ada ‘ainul-yaqiin (benar menurut kebenaran ilmiah/pancaindra dan otak), tentu sifatnya relatif. Ada pula haqqul-yaqiin (benar-sebenar-benarnya benar) al-haqq min al-Haqq. Hehehe…….
sejarah mengajarkan pada kita untuk mencintai sesuatu dengan segala kekurangannya. Kita cinta Islam tapi bukan berarti mengkerdilkan kita dengan berimajinasi bahwa islam masuk nusantara bersih dari intrik dan konflik.Kita bangga pada majapahit tapi bukan berarti menutup mata pada kekurangannya.
“History” jangan “his story”, karenanya pandangan dari berbagai sudut perlu ditangkap secara bijak dan bajik.
saya rasa untuk melihat sejarah dari sudut pandang yang obyektif sangatlah sulit, karena kita secara tidak langsung akan berpihak kepada agama / kepercayaan apa yang kita peluk. Untuk berfikir jernih pun sangat sulit, karena kita cenderung akan emosi ketika golongn kita terlihat jahat atau buruk. Tapi menurut saya apa yang terjadi pada masa kejatuhan kerajaan Majapahit terjadi juga dengan beberapa kerajaan lain di dunia yang mengalami islamisasi di wilayah mereka, hanya saja ada yang pemimpin dan rakyatnya tetap teguh dengan prinsip mereka atau tidak, yang pasti mereka yang teguh dengan prinsipnya banjir darah harus dan telah terjadi.
Ya sudah, toh Anda sudah berpendapat untuk objektif itu sangat sulit, termasuk pandangan Anda yang terakhir!
assalamualaikum, tulisan yg anda tulis sungguh sgt lengkap dan rinci, meski dlm berbagai sumber yg pernah sy baca blm sy temui berita/naskah spt yg anda tulis, satu hal yg sgt sy sayangkan,entah itu anda sadari ato tdk, sekali lg anda sadari ato tidak, sebagian isi tulisan anda menuntun pembaca ke sebuah kesimpulan (oleh pembaca itu sendiri) ttg bgmna islam awal berkembang lgkap dg kekuatan pedang, intrik, dan penghianatan…mari kita cerdaskan bangsa dg sajian yg tdk hy bermutu tp jg berimbang, salam
Kan namanya juga “kontroversi”, saya tidak menulis sebagai pakar sejarah, saya sajikan tulisan yang kontroversial, biar para pakar sejarah mencermati dan menemukan kebenaran sejarah. Salam
buset capek gua baca, banyakan komen nya dripada artikelnya
PERANG DEMAK MAJAPAHIT MEMANG PERANG AGAMA, TENTARA ISLAMNYA JAHAT2 sama kayak amrozi
Tidak ada yang bisa menjamin bahwa apa yang tercantum dalam buku-buku sejarah, literatur-literatur keagamaan, suara-suara gaib, bukti-bukti ilmiah adalah sebuah kebenaran yang terjadi di masa lampau apalagi kejadiannya terjadi jauh sebelum manusia jaman ini terlahir. Apa yang ada dalam pikiran orang-orang yang hidup pada masa itu tidak ada yang bisa meneliti secara pasti sehingga terjadi seperti dunia yang kita jalani sekarang. Semoga tidak ada lagi penghakiman dan penilaian bahwa sumber-sumber / kitab-kitab / ego / pikiran kita masing-masing adalah yang paling benar.
Sebagai rakyat Indonesia marilah menjaga keluarga kita, desa kita, dan negara kita sehingga bersama-sama menjadi makmur tidak kekurangan materi, spiritual dan emosional. Konflik karena perbedaan itu biasa namun jika masing-masing tidak mengedepankan dirinya yang paling berhak / paling benar maka kebahagiaan bersama ( win-win solution ) yang akan didapat. 🙂
Majapahit adalah sebuah kerajaan masa lalu yang perlu kita ingat sebagai warisan nenek moyang leluhur. Dan sekarang Indonesia dan segala isinya adalah warisan kita nanti untuk keturunan-keturunan kita. Mari dijaga dan tanpa emosi juga iri dengki. Jagalah hati jangan kau nodai seperti dalam lagu tombo ati. Jikalau bisa sebaiknya hendaknya hati jangan dinodai dengan kekerasan, iri, dengki, marah, benci, dan keburukan lainnya 🙂
sejarah tinggalah sejarah
tataplah masadepan pastikan langkah,tinggikan cita2,banyaklah berdo a
pasti yg kuasa memberi jalan ya AMIIN
Untuk yang tidak sedang suka mempelejari sejarah……………….
makasih .saya sedang belaajr sejarah
izin copas ya
Ya, tapi hati-hati, topik ini saya letakkan dalam judul page “kontroversi” artinya mangandung perbedaan yang bisa diperdebatkan (debatable)!
Mas Tatang, janganlah membelokan sejarah atau memutar balikan sejarah itu sama halnya menutupi sebuah kebenaran demi agama yang anda anut. Sejarah itu adalah kebenaran yang terungkap, baik oleh ahli sejarah, ahli arkeologi, temuan prasasti, babad melalui karya sastra kakawin atau serat. Untuk itu saya koreksi tulisan anda, Kertabumi sebelum menjadi raja Majapahit adalah seorang adipati Daha / kediri, baru setelah menjadi raja Majapahit bergelar prabu Brawijaya V. Demikian juga komentar sdr. Wanta di atas saya koreksi perihal penyebutan Arya Damar pada jaman Brawijaya ke V sekitar abad ke 15 tidak tepat. Arya Damar hidup pada abad ke 13 ibunya adalah Dara Jingga putri kerajaan Sriwijaya di Palembang dan Ayahnya merupakan saudara dekat Raden Wijaya Raja I atau pendiri kerajaan Majapahit ( kalau bukan adik /kakak kandung ya sepupu ) seusia dengan raja majapahit yang ke II, yaitu Kalajemet (putra Dara Petak dari Sriwijaya). Mungkin yang saudara maksudkan adalah pada level keturunan Arya Damar. Perlu diketahui bahwa Majapahit bisa menjadi negara kerajaan yang besar di Asia Tenggara tentunya dengan menaklukan negeri’negeri yang lain ditanah nusantara untuk digabung kedalam kebesaran Majapahit tanpa melakukan pengerusakan tempat ibadah /atau memaksa negeri taklukannya untuk memeluk agama Hindu-Budha. Jadi bukan untuk pengembangan suatu agama, tapi Majapahit ingin tampil sebagai negara yang besar sesuai sumpah Maha Patih Gajah Mada, yaitu sumpah Palapa untuk mempersatukan nusantara dan membendung pengaruh kerajaan Tiongkok yang ingin tampil sebagai penguasa dataran asia. Terima kasih, hanya untuk pelurusan sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengakui sejarah.
Satu versi mengatakan begitu, versi lain mengatakan bukan begitu. Bagian ahli sejarah menganalisis dengan ilmiah. Oleh karenanya maka seluruh yang “kontroversial” itu saya letakkan di “kelompok” KONTROVERSI. Siapa bilang saya berpendapat sama dengan semua penulis itu? Saya tidak berpendapat, hanya mengemukakan ada yang “kontroversial”. Silakan cek seluruh tulisan yang ada di dalam kelompok yang sama, semuanya kontroversial. Saya bukan pakarnya untuk menyimpulkan, apalagi membelokkan. Jika Anda sejarawan, silakan bahas dengan fakta historis agar para murid sekolah tidak dijejalai ajaran sejarah yang salah, setidaknya “salah membaca” artikel yang salah! Terima kasih. Jangan lupa, itu bukan tulisan sejarah karya saya, saya tidak kompeten di bidang itu, walau saya juga menggali sejarah terbatas.
Mungkin sudah suratan takdir kerajaan Majapahit runtuh oleh anak kandung sendiri R. Fatah yang menganut Islam dan menyerang ayahnya Prabu Brawijaya V yang beragama Hindu demi untuk menegakkan kalifah Islam di tanah Jawa, karena doktrin Islam tidak mau tunduk dan tidak mau dipimpin oleh para kafir. Kita mesti memetik pelajaran dari kasus ini, sebagai pemimpin yang mengemban amanat rakyat janganlah karena dipancing dengan wanita cantik, bening dan super seksi menjadi takluk tidak berdaya, mabuk kepayang dan kehilangan wibawa dimata masyarakat akibat tipu dayanya.
Jangan lupa, ada yang tidak sependapat dengan itu. Hehehehe……..
sejarah harus diakui bukan dimanipulir apalagi oleh rezim tertentu. sejarah harus ada referensi dan kaitan dengan sejarah sekitar ( sekarang; Malaysia – thailan – kamboja dan Aceh ) silahkan gali manuskripnya ke wilayah yg di sebut diatas. kita harus akui Melaka meminang putri majapahit – laskar turki singgah di Aceh sebelum membantu Demak. – baca prasasti dan manuskrip di kamboja dan thailan..
coba kita gali Dinasti Syailendra dari manuskrip cina dan india, mengapa mereka membangun borobudur jauh dari negerinya sendiri.
kiota harus jujur dan jangan menipu diri sendiri atas kebohongan sejarah yang selama ini kita telan bulat-bulat.
JUJUR untuk dan demi masa Depan.
banyak yg tidak mengetahui Kesultanan di seberang sana di berangus oleh bangsa sendiri di awal-awal kemerdekaan ( thn 1950 an )
jujur bahwa asal Majapahit dari tanah pasundan 9 saya bukan sunda – tetapi saya harus menggali sejarah secara murni ) lewat literatur dan manuskrip dan lewat tulisan penulis-penulis bangsa asing. kita gali sejarah tidak dengan membuta serta caci maki. sekali lagi jujur.
Harusnya begitulah sejarawan bicara. Tapi, jika ada yang kontroversial–berbeda dari yang sudah umum ketahui–ya luruskan. Itu tugas sejarawan, karena sejarawan apalagi ahli sejarah akan bicara berdasarkan fakta historis. Setuju saya!!! Bayangkan jika didoktrinkan diindoktrinasikan bahwa “persatuan Indonesia” itu sudah menjadi jiwa raga falsafah hidup bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala (seperti biasa dilakukan dalam Penataran P4!!!), apa itu tidak berarti pembodohan!!!! Memang sudah ada rasa keindonesiaan sejak jaman Sriwijaya atau Majapahit atau Pajajaran????!!! Itu juga tugas sejarawan, sepeti yang sekarang sedang hangat: Benarkah 1 Juni hari lahirnya Pancasila sehingga Puan meminta Pemerintah menetapkannya sebagai hari besar nasional????
serat dhamogandul ada setelah perang diponegoro, perang yg mengakibatkan kerugian besar bagi belanda, salah satu cara menghancurkan bangsa ini ialah dengan mengadu domba umat islam dengan umat lain di tanah jawa, salah satu-nya serat darmogandul yg baru lahir 100 tahun lebih, tetapi tidak diketahui siapa penulisnya, walaupun ada disebut ki wadi itu hanyalah samaran, banyak juga berpendapat penulisnya adalah ranggawarsita, tetapi pendapat ini terlalu dini, karena ranggawarsita justru sangat ditakuti belanda dengan tulisan tulisannya yg berorientasi kepada kemerdekaan indonesia yg memang terbukti prediksinya, ada juga yg menyebut serat dharmogandul ini juga untuk menandingi tulisan ranggawarsita sang penyair juga ulama besar
Makasih infonya, semoga bermanfaat untuk semua.
emang kalo benar raden fatah bunuh kerta bumi menghancurkan maja pahit kenapa. maja pahit didapat juga dengan penuh kelicikan dan kebiadaban nenek moyang maja pahit ken arok bagaimana kisah raja raja singosari itu saling bunuh.
majapahit juga banyak menghancurkan negri negri lain. pada akhirnya majapahit dihancur leburkan oleh pasukan palembang pimpinan raden fatah dan arya damar
Terima kasih atas artikelnya. Masalahnya kenapa harus dihancurkan situs-situsnya ???? kelihatanya mereka tidak mau ada sejarah yang lebih besar dari masa mereka maka untuk menutupinya harus dihancurkan. Apakah karena campur tangan asing ????….
Apa yang terjadi dimajapahit dahulu juga terjadi di India, Iran, Afganisthan…dsb. Setelah masuknya paham asing itu kekerasan dipakai……..dimana2 kekerasan pedang dari sononya sudah jadi tabiat.
Dengan Islam kita mulia.