MISTERI SINDANGKASIH MAJALENGKA

Tatang M. Amirin; 26 April 2012;  7 Mei 2013; 23 Maret 2014

(c) 2012. Hak cipta pada Tatang M. Amirin. Siapapun dilarang memperbanyak seluruh ataupun sebagian tulisan ini tanpa seizin penciptanya.

(*) Tatang M. Amirin lahir di Maja Kaler, Majalengka; sekarang dosen di Universitas negeri Yogyakarta.

Orang dibuat percaya dan yakin bahwa di Kabupaten Majalengka sekarang itu dahulunya ada kerajaan Sindangkasih, karena legenda yang dibuat entah oleh siapa.Legenda itu sebuah dongeng yang dikaitkan dengan fenomena alam (dan nama-nama) tertentu. Nama Majalengka itu asing di telinga orang Sunda. Ada nama yang mirip, bahkan sering salah ditangkap orang non-Sunda, yaitu Cicalengka, tapi itu bukan “lengka” melainkan “calengka” (tidak tahu saya apa artinya, mungkin kicalengka, semacam tetumbuhan). Karena nama itu asing, maka dibuatlah “kiratabasa,” mengira-ngira, menafsiri makna sesuatu kata. Yang terdekat dengan kata “lengka” adalah kata “langka” dalam bahasa cirebonan, bukan langka bahasa Indonesia atau jogjaan (longko = jarang atau jarang sekali). Kebetulan, ada “fakta sejarah” yang sudah sangat amat lama sekali terjadi di masa Belanda sehingga tidak diketahui pasti oleh orang-orang pasca kemerdekaan, yaitu pendirian kota Majalengka di derah Sindangkasih. Maka disusun-digubahlah ceritera legenda Sindangkasih berubah jadi Majalengka, karena “buah maja” yang “langka” (dimaknai hilang).

Sindangkasih disebut-sebutlah sebagai suatu kerajaan (mungkin berbaur dengan ceritera babad Ki Gedheng (Gedhe ing) Sindangkasih (Sedhangkasih –>sedhang = sendang, kolam mata air) yang punya anak bernama Nay (Nyi) Ambet Kasih, di Beber Cirebon sekarang. Sindangkasih Beber diduga dulunya merupakan pelabuhan sungai  (konon ada bekas-bekasnya) yang mengarah ke Kanci sebagai pelabuhan laut. Diduga pula dari Sindangkasih inilah Raja Pajajaran berlayar menuju Majapahit mengiring Dyah Pitaloka untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Ini sama dengan dugaan saya desa Palabuan, dekat Sukahaji dan Rajagaluh, tadinya memang pelabuhan sungai Cikeruh menuju Loji (bangunan Belanda–bisa berarti tempat menginap) menyambung ke Cimanuk.

Ihwal kerajaan Sindangkasih Majalengka itu, tanpa jelas asal-usulnya, tahu-tahu populer dipimpin oleh seorang ratu yang amat sangat cantik berambut mayang mengurai. Karena rambutnya yang indah itu maka ia bergelar (bernama) Nyi Rambut Kasih. Kadang kala disebut juga Nyi Ambet Kasih, seperti anaknya Ki Gedheng Sindangkasih Beber. Tapi, ada ceritera pula bahwa Nyi Ambet Kasih itu nama isteri  Talaga Manggung (Tumenggung Talaga) di Kerajaan (kecil–bawahan Galuh-Pajajaran, alias ketumenggungan) Talaga. Ini foto patungnya dari Wikicommons, menggandeng dua anak lelaki dan perempuan (Raden Panglurah dan Dewi Simbarkancana–?).

Patung Ambet Kasih dari Talaga (isteri Prabu Talaga Manggung  atau Tumenggung Talaga)

Saya menduga nama Talaga Manggung itu sebenarnya Tumenggung Talaga. Dalam babad dan kata-kata “sastera” lainnya, kerap kali dibalik-balik dari namanya dulu baru gelarnya. Perhatikan “Sumpah Palapa” Gajah Mada ketika diangkat sebagai Patih Amangkubumi Majapahit berikut yang dimulai dari nama dulu, baru jabatannya. (Harusnya tertulis Gajah Mada Patih Amangkubhumi—aslinya Patih Amangkubhumi Gajah Mada).

Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantaraisun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Seebutan Tumanggung bisa saja dipotong hanya “manggung”-nya saja, seperti sebutan “adipati” dalam babad kerap kali hanya disebut “pati” saja. Ini contohnya dari Babad Pati (Kabupaten Pati, Jawa Tengah)

Bahwa Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalam Pisuanan agung di Majapahit itu terdapat juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh K. M. Sosrosumarto dan S. Dibyasudira, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh Dandanggula pada: 12 yang lengkapnya berbunyi: ……………………………… Tambranegara Pati “Sumewo” maring Majalengka Brawijaya kedua. (Adipati Tambranegara “sumewo” atau “sowan” alias menghadap ke Kerajaan Majalengka alias Majapahit  — saat itu yang menjadi raja adalah– Brawijaya II).

Tambranegara Pati itu dalam tuturan lugas keseharian sebenarnya dimaksudkan Adipati Tambranegara. Jadi, mungkin saja dalam berbagai babad Talaga tertuliskan Talaga Manggung ……, sementara yang dimaksudkan adalah Tumanggung Talaga …… (Raffles menuliskannya Tumungggung de Telaga). Dalam contoh di atas ada “Tambranegara Pati ….” (Tambranegara Adipati —> Adipati Tambranegara …..). Jika ceritera Tumanggung Talaga itu dibuat dalam pupuh yang akhirannya “u” maka mungkin akan terucapkan (tertuliskan) menjadi “Talaga Manggung”, misalnya: “Kakocap talaga ‘manggung/angadeg nata narpati/rumeksa bumi talaga/… (misal, lho!).

Manggung bahasa Sunda kuno (pertengahan, bukan modern) mengandung arti pula atas (modern “luhur” atau “girang”). Bisa juga istilah Talaga Manggung itu karena di “Talaga” itu ada dua talaga, talaga di bawah dan talaga di atas. Kerajaan Talaga didirikan di dekat talaga manggung, talaga yang di atas (talaga Sangiang), bukan talaga “ranca” atau “rawa” antara Talaga, Cikijing, Cingambul, Rawa, Nagarakembang (nagara kambang; nagara, desa atau kota yang kumambang, mengambang, di rawa).

Kembali ke Sindangkasih. Kerajaan Sindangkasih ketika itu masih beragama Hindu. Oleh karenanya maka Sunan Gunung Jati (Cirebon) berkehendak mengislamkannya. Karenanya diutuslah Pangeran Muhammad beserta pasukannya (mau pakai perang, ya!??) ke Sindangkasih untuk menghimbau Nyi Rambut Kasih memeluk agama Islam.

Versi lain menyebutkan bahwa di kerajaan Sindangkasih itu ada buah maja (tidak jelas apakah hanya beberapa butir atau sangat amat banyak hutan maja–pasti sampai ke daerah Maja, kalau di Kulur yang banyak kelewih atau sukun alias kelewih tanpa biji). Orang Cirebon banyak yang menderita sakit. Konon obatnya hanya buah maja itu (Buah maja memang cocok untuk mengobati sakit malaria). Nah, jika ini jalan ceriteranya, pasti buah maja itu hanya ada di Sindangkasih, dan hanya ada satu atau beberapa butir saja. Orang Cirebon (baca Sunan Gunung Jati) mengutus Pangeran Muhammad untuk meminta tolong Ratu bisa kiranya memberikan buah maja itu.

Ah, jadi tak jelas: diutus untuk meminta buah maja atau mengislamkan penduduk Sindangkasih. Pabaliut! Lieur!

Konon Ratu Rambut Kasih  jatuh cinta pada Pangeran Muhammad yang ganteng. Karena Pangeran Muhammad sudah bersitri (Siti Armilah, konon putri ulama Sindangkasih juga), Pangeran Muhammad tentu menolak (tak mau ia poligami). Nyi Rambut Kasih pun juga tak mau masuk Islam. Atau Ratu tak mau memberikan buah maja (marah kali, ditolak Pangeran Muhammad). Maka lalu ia menghilang beserta buah maja yang dikehendaki Pangeran Muhammad itu. Nah, tambah pabaliut tidak karuan alang-ujurnya, karena Ratu menghilang sebab musababnya apa? Ini sebab dimintai buah maja, tapi ditolak menjadi isteri Pangeran Muhammad, apa sebab tak mau daerahnya diislamkan! Tambah pabaliut  lagi kan sudah ada ulama di Sindangkasih, ayahnya Siti Armilah. Ngapain pula Sunan Gunung Jati usil mau mengislamkan Sindangkasih?! Kan Siti Armilah muslimah Sindangkasih, ngapain pula Pangeran Muhammad diutus mengislamkan Sindangkasih, padahal dia “orang Sindangkasih” (walau menantu ulama Sindangkasih dan suami muslimah Sindangkasih)?!

Lanjut ceritera, orang-orang Cirebon keesokan harinya kaget, BUAH MAJA hilang, Ratu juga dan keratonnya hilang. Maka mereka berteriak, “majae langka……, majae langka!” Bikin bingung orang. Kenapa yang diteriakkan itu buah maja yang hilang, bukan ratu yang hilang? Memang amat perlu buah maja, apa amat perlu mengislamkan Ratu?!! Atau, apa yang terlihat hilang itu buah maja, apa keraton, apa Ratu? Lebih tidak puguh lagi, kenapa kata-kata yang keluar dari Wong Grage itu kok langka (beli nana, euweuh, tidak ada), bukan ilang (hilang, leungit). Harusnya mereka teriak, “majae ilang, keratone ilang, ratune ilang!!!” Entahlah. Namanya juga legenda, kisah yang mengikuti keadaan alam setempat. Karena nama “majalengka” tidak dikenal dalam bahasa Sunda, “dikiratabasa”-kan (dikira-kira dari bahasa) itu dari kata maja-langka (maja beli nana, yang disamakan oleh orang “Majalengka” sebagai ilang). Padahal—seperti tampak dari babad Pati, Majalengka itu Majapahit (lengka itu pahit).

Andaikata urang Majalengka yang membuat legenda itu tahu arti kata aslinya lengka (leng dibaca dalam lengkap, bukan dalam lenggang) dari bahasa Sunda/Jawa kuna yang berarti pahit, legenda itu tak kan muncul. Yaqqiin! Majalengka itu majapahit atawa majalangu (dalam bahasa Sansekerta disebut vilvatikta, dibaca wilwatikta–vilva atau bilva yang tikta atau lengka atau langu atau pahit itu buah maja alias berenuk–yang manis namanya majalegi). Kerajaan Majapahit itu suka disebut pula Majalengka atau Wilwaktikta atau Majalangu. Simak tulisan di bawah.

Ini dari Babad Demak Pesisiran (ada nama Majalengka, ada Majalangu, yang jadi raja antara lain yang bernama Brawijaya– kita tahu, itu raja Majapahit).

۩۩۩ 48 ۩۩۩

Raden Suruh jumeneng aji, ing negara Majalengka, Berawijaya jejuluke, apeputera Berakumara, gumati ing Majalengka, Beraku /15/ mara asesunu, ingkang nama Araden Wijaya. (Raden Suruh naik tahta jadi raja di negara Majalengka dan kemudian bergelar Brawijaya, lalu berputrakan Brahmakum(b)ara, juga menjadi raja Majalengka, yang kemudian berputrakan Raden Wijaya).

 ۩۩۩ 49 ۩۩۩

Araden Wijaya sesiwi, kang nama Kartawijaya, Kartawijaya puterane, kang nama Anggawijaya, punika ingkang wekasan, ngadeg perabu Majalangu, tunggal nama Berawijaya. (Raden Wijaya berputrakan Kartawijaya, dan Kartawijaya berputrakan Anggawijaya, inilah yang paling akhir, bertahta di Majalangu, sama-sama bergelar Brawijaya).

 ۩۩۩ 50 ۩۩۩

Sigegen nata Majapahit, kocapa nata ing Cempa, raja Kunthara namane, ratu kapir binethara, merentah Kujing negara, Kalicare lan Kalikut, Gur lawan Mulebar. (Kita tinggalkan raja Majapahit, tersebnut raja di Campa, raja Kunthara namanya, raja kafir membetara, memerintah negara Kujing, Kalicare dan Kalikut (Kalkuta?), Gur, dan Mulebar).

Jelas, kan? Majapahit sama dengan Majalengka sama dengan Majalangu. Majalengka teh artinya maja pahit, kata urang Sunda buah maja nu pait. Pastilah yang paling banyak buah maja yang pait (berenuk! — ada maja yang manis, mojolegi kata orang Jawa) di daerah Maja (Loh Maja, Luh Maju), bukan di Sindangkasih. Ngapain Pangeran Muhammad “memaksa” meminta buah maja di Sindangkasih? Kenapa tidak ke Maja, ke Dalem Lumaju Agung (Dalem Lohmaja Agung)?

Peristiwa menghilangnya keraton, ratu, dan buah maja di Sindangkasih itu ditengarai dengan candrasangkala “Sindang Kasih Sugih Mukti.” Yang empunya ceritera mengatakan dengan tegas bahwa sejak saat itu ada candrasangkala seperti itu. Dan yang empunya ceritera dengan tegas pula menyebutkan bahwa sejak saat itu Sindangkasih berubah jadi Majalengka karena ada teriakan “majae langka” itu tadi.

Candrasangkala itu simbul peristiwa (tahun kejadian) yang disandikan dengan kata-kata. Kata-kata itu mengandung makna angka tertentu. Kata “pandawa” misalnya, melambangkan (bermakna) lima, karena pandawa itu ada lima. Kata bumi melambangkan angka satu, karena bumi itu hanya ada satu. Kata ilang atau sirna melambangkan angka nol alias kosong (ilang, sirna itu kosong, tiada). “Sindang kasih sugih mukti” itu sindang = 2, kasih = 1, sugih = 4, mukti = 1. Dibaca terbalik dari kanan (dari mukti) menjadi 1412. Itu menunjukkan tahun Saka atau tahun Jawa. Untuk jadi tahun Masehi ditambahi angka 78, jadi tahun 1490.  Apakah pengangkaan itu benar, agak sulit saya menentukannya.

Kalau disebut candrasengkala itu biasanya terkait dengan tahun yang mempergunakan peredaran bulan (candra) sebagai patokan, jadi tahun Jawa atau tahun Saka. Jika menggunakan peredaran matahari (disebut sengkalan saja), maka sindang  akan berarti 0, kasih = 9, sugih = 4, mukti = 1. Konon, saat tahun itu Sindangkasih takluk pada Cirebon, dan berganti nama menjadi Majalengka (dari asal muasal teriakan “majae langka“). Yang lucu, Sindangkasih ganti nama jadi Majalengka, tapi candrasengkalanya malah sugih mukti, dan yang sugih mukti itu Sindangkasih, bukan Majalengka!

Ketika wibawa negara majapahit mulai runtuh, persitiwa itu ditandai (ditetengeri) dengan candrasengkala “ilang sirna krtaning bhumi“. Ilang = 0, sirna = 0, krta (kerta, karta, raharja, sejahtera) = 4, bumi = 1. Dibaca dari belakang 1400 (tahun Saka atau tahun Jawa). Tahun masehinya dintambah 78 = 1478M. Tahun itu bhumi Majapahit (Majalengka atau Majalangu) hilang sirna kertanya, keraharjaan kesejahteraannya. Majapahitnya masih ada, tapi sudah terpecah-belah karena perebutan antar keturunannya.

Jadi, jika Sindangkasih sudah “hilang,” berganti jadi Majalengka, tak logis tak masuk akal candrasangkalanya “sindang kasih sugih mukti”, pasti harus “sindang kasih malih jati ” (tapi simbul tahunnya jadi kacau balau!). Enakan ganti dengan sengkalan  “Gapuraning sujanma hangasta rasa,” gerbang awal mula atau pintu lewat utama atau masa memulai,  “sujanma”, orang-orang berbudi atau insan kamil  “menangani” mengangkat harkat dan ketenteraman batin); gapura = 9, sujanma = insan utama = 1, hasta, angasta (to manage, to handle) = 8, ras (kalbu, hati nurani, jiwa, suksma, batin) = 1 –> dibaca dibalik = 1819 M. Itu mulai adanya Kabupaten Maja (5 januari 1819) yang kemudian berubah nama jadi Kabupaten Majalengka. “Sujanma” itu mengandung arti kelahiran atau yang dilahirkan, berarti pula makhluk atau manusia. “Yang dilahirkan” itu bisa berarti Kabupaten Maja yang kemudian jadi Majalengka. Jadi bisa pula bermakna gapura atau pintu gerbang yang baru dilahirkan (Kabupaten Maja) untuk “hangasta”, mengelola, mengurus, menata, rasa batin kepuasan hidup “hurip” seluruh warga masyarakatnya.

“Rasa” (kalbu, hati nurani) yang diangkat dijunjung itu bisa pula melambangkan historis  rasa keadilan pendirian Kabupaten Maja. Dipilih Maja, padahal sebelumnya ada Sindangkasih, ada Rajagaluh, ada Talaga, dan ada juga Kadongdong serta “Palimanan” sebagai “daerah-daerah besar bersejarah di dalam Kabupaten Maja (lihat kopi paste catatan Belanda di bawah),  tapi tak satu pun dijadikan nama Kabupaten. Ini dilakukan  agar tidak ada satu pun “para penguasa wilayah besar” tadi yang “protes” (seperti kisah Muhammad mendapatkan gelar al-Amin, karena dipercaya bisa adil, dan benar-benar adil membuat semua kabilah merasa sama-sama punya harkat derajat yang sama untuk mendapatkan kemuliaan menempatkan kembali Hajar Aswad di Ka’bah). Di masa datang diharapkan “rasa” (adil–keadilan sosial, tentram, sejahtera, bertakwa) itu pula yang jadi tujuan utama Kabupaten ini. Ah, itu kata saya! Hehehe…. Mungkin sengaja desa Maja dijadikan ibu kota karena udaranya sejuk, lebih cocok untuk orang Belanda. Bekas kantor kabupatennya dulu suka disebut “pasanggrahan” (bukan desa Pasanggrahan Maja), karena tampaknya suka dipakai oleh tuan-tuan Belanda Majalengka menginap mencari kesejukan.

Ini dinukilkan “berita” (ceritera) distrik-distrik yang ada di Kabupaten Maja (yang kemudian, seperti dicatat di bagian bawah naskah tersebut berganti nama jadi Kabupaten Majalengka).

Apakah Sindangkasih Majalengka itu Ada?

Pertanyaan pokok kita adalah apakah memang kerajaan Sindangkasih itu ada sebelum ada Kabupaten Majalengka.  Kerajaan Majalengka dalam sejarah tidak pernah tercatatkan ada. Tidak ada bukti apapun tentang keberadaan kerajaan yang bernama Majalengka di Kabupaten Majalengka sekarang.

Yang pertama-tama harus diyakini sebagai kebenaran ilmiah adalah bahwa nama Majalengka itu pertama ada adalah sebagai nama Kabupaten (11 Februari 1840) yang merupakan perubahan dari nama Kabupaten Maja (berdiri 5 Januari 1819), dan sebagai nama ibu kota kabupaten baru tersebut (juga terhitung 11 Februari 1840) sebagai perubahan nama dari nama ‘tempat” (daerah) yang tadinya bernama Sindangkasih, yang sebagiannya dijadikan tempat kedudukan (ibu kota) Kabupaten Majalengka. Kota Majalengka bukan perubahan kota Sindangkasih, melainkan tadinya “daerah” Sindangkasih, karena “kota” Sindangkasih tetap ada sampai sekarang.

Jadi, Sindangkasih di Majalengka itu ada. Hanya saja keberadannya itu semula sebagai apa, itu yang sampai sekarang masih menjadi misteri yang belum bisa terungkap dengan jelas. Jelasnya, apakah Sindangkasih itu hanya sekedar sebagai desa biasa–seperti sekarang, ataukah memang merupakan suatu “kerajaan.” Kalau sebagai semacam “distrik” harus diakui ada, setara dengan “distrik” Talaga, Rajagaluh dan lain-lain.

Peta-peta Belanda berikut membuat Sindangkasih Majalengka merupakan misteri.

Peta “derah Cirebon” menurut Bellin, 1764.

Pada peta di atas tidak tertampakkan ada “kota” atau kerajaan apapun di “wilayah Majalengka” sekarang, kecuali WATTAS  (sekarang desa Wates, Sangiang) , sementara Indramayu ada. Talaga saja, sebagai sebuah kerajaan (ketumenggungan bawahan kerajaan Galuh-Pajajaran) tidak tertampakkan, padahal Wattas itu diduga di derah Talaga. Wattas (Wates) ada di daerah Talaga, karena di bawahnya (selatan) ada  Koewaling (Kawali), Goloen (Galuh, Ciamis) et Imparagara (dan Imbanagara).

Peta derah Cirebon menurut Crawfurd, 1820

Pada peta Crawfurd di atas, yang diterbitkan 1820 (tampaknya sebelum ia tahu ada Kabupaten Maja, 1819) yang tampak di daerah Majalengka hanya Talaga (dan “kota penyeberangan” Karangsambung).

Peta Cirebon sebelum 1819

Pada peta di atas ada beberapa nama daerah di wilayah Majalengka sebelum tahun 1819. Daerah-daerah itu (tercetak dengan huruf-huruf yang lebih besar dari nama “kota”) adalah Kadongdong, Rajagaluh, Sindangkasih, dan Talaga. Jadi, Sindangkasih bisa setara dengan Rajagaluh (dikenal sebagai kerajaan kecil Galuh-Pajajaran) dan juga Talaga. Kadongdong belum diketahui tadinya berupa apa. Pertanyaannya, kenapa Sindangkasih saat itu menjadi sedemikian “besar”? Tadinya memang sebagai “kerajaan kecil”?

Dalam peta itu ada pula beberapa “kota kecil” di jalur jalan raya (jalan pos atau “post weg”) Karangsambung sampai Cirebon, yaitu Baturuyuk, Cikru (Cikro, Cikeruh?), dan Banjaran. Lalu ada Pajagan, Bengawan, dan Plumbon.

Pada dua peta berikut ada Majalengka dan ada pula Sindangkasih. Sindangkasih “salah letak” di utara Majalengka, atau ada Sindangkasih yang lain? Kemungkinan terbesar itu dimaksudkan Maja, tetapi karena berubah nama jadi Majalengka, salah meletakkannya di “lokasi” Maja, karena menduga nama kota Maja berubah jadi Majalengka. ATAU MEMANG ADA SINDANGKASIH DI UTARA MAJALENGKA, BUKAN SINDANGKASIH YANG SEKARANG ADA DI SELATAN MAJALENGKA.

Peta Sindangkasih di Majalengka menurut Weller, 1862

Peta Sindangkasih di Majalengka menurut Banastudel, 1899

Peta Junghuhn Berikut (1842) menegaskan Majalengka itu Sindangkasih (tadinya Sindangkasih, sekarang jadi Majalengka). Tapi, bukan kota Sindangkasih berubah nama jadi Majalengka, karena kota Sindangkasih tetap ada. Majalengka merupakan “daerah” (kota) yang sama sekali baru (berdiri 11 Februari 1840), yang bertempat di wilayah Sindangkasih.

Peta Junghuhn (1842):  Majalengka = Sindangkasih

Perhatikan jalan besar (garis dobel) dari jalan raya (jalan pos–warna merah) dari arah Cirebon ke Majalengka (Sindangkasih) dan Maja, melalui Banjaran dan Rajagaluh. Jalan besar itu merupakan jalan “karesidenan” yang digunakan Residen Cirebon kalau melakukan inspeksi ke Maja sebagai ibu kota Kabupaten Maja sebelum Majalengka (ibu kota Kabupaten Majalengka). Dari Maja ke Talaga jalan kabupaten (satu garis saja). Ibu kota Kabupaten Maja di Maja, bukan di Talaga. Juga salah menyebut ibu kota Kabupaten Maja di Sindangkasih. Sindangkasih (di daerah Sindangkasih) dibuat ibu kota baru, Majalengka. Tidak juga kota Sindangkasih berubah nama jadi Majalengka, Sindangkasih masih tetap ada (dari beberapa peta tertunjukkan seperti itu — dan sampai sekarang, walau hanya menjadi desa kecil saja).

Pada peta-peta berikut (Cirebon 1857) tampak Sindangkasih dalam posisi desa sekarang, selatan Majalengka.

Peta Karesidenan Cirebon 1857

Pada peta Van Bemmelen (1903) Sindangkasih tak ditampakkan, sudah dianggap “kecil”. Yang tampak Jatitujuh, Jatiwangi, Kadipaten, Majalengka, Leuwimunding, Maja, dan Talaga. Rajagaluh juga “hilang.”Masih ada Karangsambung, sebagai “kota penyeberangan” dari Sumedang ke Majalengka dan Cirebon. Di dekatnya ada Tomo yang dikenal sebagai “port Tomo” (pelabuhan sungai).

Peta lebih antik berikut “dicurigai” (karena tulisan tak jelas dan menggunakan “lafal Belanda”) menunjuk Sindangkasih (Cindanglassiy ?), sebelah kanan Jati Bosch. Tetapi adanya di sebelah timur sungai Cikeruh (Tjikoro). Di sebelah baratnya (kanan), di hulu sungai Cikeruh ada kota Tjikaro (Sikaro, Tjikro), dan lebih ke barat lagi ada Jatiraga (Kadipaten).

Dalam berbagai ceritera (bersumber babad dan lain-lain), daerah Sindangkasih pernah diberikan oleh Sumedang (Pangeran Geusan Ulun) ke Cirebon (Panembahan Ratu) sekitar tahun 1585M. sebagai “penukar” penculikan Ratu Harisbaya. Sindangkasih yang mana? Sindangkasih Majalengka sudah ganti jadi Majalengka sejak 1490 (konon!) dan sudah masuk wilayah Cirebon di bawah pimpinan “Bupati Pangeran Muhammad” (konon juga). Masa punya Cirebon diberikan ke Cirebon? Ada kemungkinan itu Sindangkasih Galunggung yang orang Cirebon menyebutnya Sindangkasih. Perhatikan nukilan berikut!

Reorganisasi Priangan kedua, wilayah Priangan dibagi dalam 9 ajeg, yaitu setingkat kabupaten, yaitu :
1. Kabupaten Sumedang,
2. Kabupaten Bandung,
3. Kabupaten Parakanmuncang,
4. Kabupaten Sukapura,
5. Kabupaten Karawang,
6. Kabupaten Imbanagara,
7. Kabupaten Kawasen,
8. Kabupaten Wirajaba (Galuh),
9. Kabupaten Sekace (Galunggung atau Sindangkasih)                                                                                                                       Catatan Masa Lalu Kota Banjar Sebuah Kota di Jawa Barat yang berupaya untuk menjadi kota mandiri Oleh: Euis Thresnawaty S.

“Teka-teki” tulisan “Cindang Kasi” dalam peta kuno di atas, yang membuat kita menduga ada Sindangkasih tetapi di timur Cikeruh, terjawab dengan peta berikut (1724-1726).

“Sindangkasih” dalam Peta Jawa 1724-1726

Dalam peta itu ada Karangsambung (“Karangsambang”) dekat sungai Cimanuk (kota ditandai “tugu”), di utaranya ada “Mekgang,”  Balida (“Valida”), dan Panongan (“Panongang”), Randegan (“Ranegara”). Di sebelah timur (kanan) gunung Ciremai (“Berg Sirmey”) ada sungai yang mengalir menyatu ke Cimanuk juga. Di situ ada tanda “tugu” bertuliskan “Cundanlassi“. Nah, jika itu Sindangkasih Beber, kenapa sungainya bermuara ke Cimanuk, bukan ke pantai Kalijaga. Jika itu sungai Cikeruh, kenapa berada di sebelah timur Ciremay. Ada dua gundukan gunung Ciremai  di utara dan di selatan. Di bagian selatan ada Darma (“Derma”) dan Kuningan (“Coeningan”) yang ke utaranya ada Cikaso (“Tsikassoe”), Manis (Maniis), “Tsilaboe” dan “Djati bosch”, lalu Kalitanjung (“Kali Tanjang”).

Nah, Sindangkasih yang mana pulakah itu? Adakah sebelum Leuwimunding? Ada nama “Sindanghaji” di dekat Leuwimunding, tetapi itu berada di selatan jalan raya, sementara Cundanglassi adanya di utara jalan raya. Tapi tetap berada di sebelah timur Cikeruh. Jadi? Cundanglassi itu Sindanghaji Leuwimunding, ataukah Sindangkasih Beber? Atau, itu kemudian berubah jadi Panjalin? Misteri yang masih sulit dipecahkan!

Peta Sindanghaji Leuwimunding dan Panjalin 1897-1904

JAwaban yang paling pas adalah bahwa CUNDANLASSI ITU SINDANGKASIH YANG SEKARANG MENJADI SINDANGWASA. Sindangwasa merupakan suatu daerah yang punya sejarah–walau juga masih berupa sejarah lisan. Sindangwasa punya tokoh yang disebut Buyut Nyata (“Raden Nata…….”), yang aslinya Syekh Syarif Arifin. Artinya, “kota” itu dulunya amat penting, karenanya dituliskan dalam peta Belanda dengan sebutan SINDANGKASIH.

Sindangkasih artinya sindang (Jawa sendang) yang berarti kolam mata air yang “wangi” (kase–Sunda kuno artinya wangi-wangian atau parfum), dan kemudian berubah menjadi “sindang wasa” karena mengandung minyak (wasa = minyak atau berminyak) — sumber minyak bumi dekat Bongas. Di Sindangkasih (Sindangwasa)  ini Belanda membuat pos penjagaan (markas) (KAMPUNG ATAU BLOK POS) dengan “loji-loji” (KAMPUNG LOJI) gudang perbekalan di sekitarnya, termasuk “loji yang kobong” terbakar (LOJIKOBONG). Di dekatnya pula ada yang bernama TJIKRO (kadang Belanda menulis SIKARO  untuk sungai Cikeruh).

Jadi, regenschaft Sindangkasih yang membawahi Paningkiran (Panyingkiran Kadipaten atau Paningkiran Sumberjaya, masih belum jelas) dan Soekasari (pasti bukan Sukasari Argapura–terlampau jauh), bisa jadi aslinya Sindangwasa, baru kemudian dipindahkan ke Sindangkasih Majalengka sekarang. Oleh karena itulah ketika wilayah Sindangkasih diserahkan ke Cirebon dari Sumedang (Sindangkasih merupakan wilayah Sumedang), dianggap wilayah itu sangat strategis karena merupakan jalur ke pantai utara, itu karena jalaur pelayarannya melalui sungai Cikreuh yang bermuara ke Cimanuk dan terus ke Indramayu.

Cag!

41 thoughts on “MISTERI SINDANGKASIH MAJALENGKA

  1. Assalamualaikum,

    Salam sejahtera

    Pak, perkenalkan kami dari redaksi http://www.berita5.com, berita5 atau berita lintas Majalengka merupakan website yang dibuat dan dikelola oleh anak-anak muda Majalengka yang ingin membangun, mempublikasikan berita-berita mengenai Majalengka.
    Kami sangat ingin dan tertarik terhadap kumpulan artikel yang Bapak miliki tentang Majalengka tempo dulu, oleh karena itu kami redaksi http://www.berita5.com meminta ijin ke bapak untuk menayangkan / share artikel yang bapak miliki ke website kami http://www.berita5.com
    Kami sangat berterimakasih dan sangat senang bilamana bapak mengijinkan kepada kami untuk memuat artikel yang bapak miliki. Atas perhatian bapak kami ucapkan terimakasih

    Salam hormat,

    Redaksi berita5.com

    • Mangga teh teuing atuh, asal sesuai dengan tatakrama urang Sunda wae, nyeta kade ulah poho nyebutkan ceuk saha. Hehehehe. Apan aya nu nulis “kopi paste” na blogna bari jiga dianya nu nulis, make ngaran sorangan. Pan tanggung jawab ilmiah, nya! Silakan, mangga, semoga bermanfaat untuk balarea, kumna urang Majalengka, itung-itung bakti ka lembur sorangan tea, apan!

  2. Assalamu’alaikum Pa Tatang, kmh damang ?
    Urang Maja Kaler ngalongok deui yeuh.
    Nuhun ijin kopi hideung, eh kopi paste ketang.
    Sok aya nu mampir ka blog simkuring, mudah-mudahan tiasa nambih wawasan kangge nu maca, khususna keur simkuring.
    Hatur nuhun sateuacana.

  3. assallamuallaikum pak tatang..
    sateuacana sim kuring bade ngawanohkeun… sim abdi sainan ti jakarta..
    punteun pak tatag ji sim abdi teh nuju balueung hoyong ngadameul naskah sandiwara nyi rambut kasih… nanging ieu teh asa benteun benteunn geuning versi na.. janteun ragu ragu bilih leupat jugjugan nana..
    upami saur pak tatang nu mana saleureusna jugjugan carita nyi rambut kasih teh.. kumargi aya nu nyarios 1.nyi rambut kasih saurna garwa prabu siliwangi ( tos pasti ieu mah leupat nya bapak ) 2.aya deui nu nyarios saurna masih katurunan prabu silliwangi ( asa piraku nya pak.. pan raden muhammad oge buyut na prabu siliwangi ti rara santang.. tah ji sim abdi rada condong kana perkawis jugjjugan carita anu aya patula patali na sareung buah maja eta pak.. bilih bapak gaduh tabungan atanapi simpenan carita jugjugan nyi rabut kasih.. nyuhunkeun bongbolongan atuh bapak hehehe hatur nuhun sateuacanna..
    assallamuallaikum…

    • Mending ngelereskeun asal-usul maja-lengka (maja-pait — lawanna maja-legi alias maja-amais), ngadeg kota janten ibu kota kabupaten nu tadina namina kampung sindangkasih. Hehehe……… Coba dikarang tah diwangun-wangun para Walanda milih ngaran maja-lengka nambut ti nami karajaan Majapahit. Hehehe.. Pan aya tilu wilayah gede di majalengka teh, Raja Galuh, Talaga, sareng Sindangkasih. Nu kapilih jadi nami kabupaten Walanda teh Maja (ceuk katurunan Talaga harita teh Kabupaten Majaagung, bawahan karajaan Talaga). Diangkat jadi Maja, teu nganggo agung da bisi pacarok jeung Mojoagung di Jawa, sugan kitu. Hehehe deui bae…. Rariweuh da ari Nyi Rambut kasih nu teu aya di Sindangkasih Majalengka kedah didongengkeun deui mah…………. nyalahan galur pakem logika……….

  4. Regentschap Sindangkasih, kemungkinan Ibukota di wilayah Desa Sidangkasih ayeuna, radi teu satuju Sindangkasih teh Sindangwangsa kunaon? Pertama Bila Ibukota di Sindangwangsa kenapa tidak membawahi Bongas (Sumberjaya) dan Karangsambung (Kadipaten)?? tetapi malah berada di naungan Regentschap Radja Galo? Wilayah Kabupaten Sindangkasih dengan mambawahi Paningkiran (Panyingkiran) sareng Sukasari (Argapura dan Maja) memang secara kedekatan wilayah pas. Sindangkasih berada ditengah antara Panyingkiran di Barat laut dan Sukasari di tenggara. Dinamakan ‘Palabuan’ bisa juga merupakan pelabuan penyebrangan sungai Cikeruh yang merupakan batas wilayah Regentscahp Radja Galo dan Sindangkasih. Kirang setuju bila ti Palabuan bisa berlayar ka Cimanuk kumargi bentuk ti sungai na seueur batu dan berkontur arus deras (benten sareng cimanuk nu caina tenang).

    Nambah Informasi pak tatang terkait wilayah Cirebon:

    Dalam Peraturan Pemerrintah Kolonial Belanda tahun 1809 tentang pembentukan Sultan Landen Cirebon (wilayah Ciayumajakuning) dan Priangan-Cheribonesche Landen meliputi Kabupaten Sukapura, Limbangan, Galuh) dan Kepangeranan Gebang-Losari, kemudian keputusan selanjutnya yaitu pembagian wilayah untuk 3 sultan Cirebon , yaitu Cirebon-Kuningan wilayah Kasepuhan, Majalengka wilayah Kanoman dan Indramayu wilayah Kacirebonan. Tahun 1810 Deandles menghapus wilayah Cirebon-Priangan dan meminjakan wilayah Galuh ke Kasunanan Surakarta.

    Wilayah Keresidenan Cirebon mengalami perubahan ketika Keresidenan Krawang dibentuk pada 2 Maret 1811. Perubahan wilayah itu mengakibatkan Keresidenan Cirebon kehilangan daerah Kandanghaur dan Indramayu karena kedua daerah tersebut dimasukkan ke dalam Keresidenan Krawang. Kemudian pada 1813 wilayah Keresidenan Cire­bon mengalami perubahan kembali ketika Distrik Balubur, Imbanagara, dan Madura yang semula berada di Kabupaten Galuh masuk ke dalam wilayah Keresidenan Cirebon, sedang­kan Keresidenan Cirebon harus menyerahkan Pagerageng (Kecamatan di Tasikmalaya sekarang) dan sebagian Sindangbarang (Kecamatan di Ciamis Sekarang) pada Galuh (P. Boomgaard dan A. J. Gooszen)

    Setelah kekuasaan Belanda atas Jawa beralih ke tangan Inggris yang diwakili oleh Raffles, maka status administratif Cirebon diubah kembali menjadi bentuk keresidenan. Berkaitan dengan perubahan tersebut, beberapa distrik yang pada mulanya merupakan bagian dari Kesultanan Cirebon beralih statusnya menjadi kabupaten. Pada 1823, Keresidenan Cirebon terdiri atas lima kabupaten, yaitu Cirebon, Kuningan, Maja, Bengawan Wetan, dan Galuh. Namun kurang lebih tiga tahun kemudian Kabupaten Begawan Wetan dihapuskan. Perubahan kembali terjadi pada 1823 ketika Keresidenan Cire­bon menerima kembali Indramayu dan Kandanghaur dari Kere­sidenan Krawang (Regeringsalmanak, .J. Gooszen)
    Tulisan diatas berarrti Distrik Sindangkasih, Rajagaluh dan Talag dibawah kekuasan Keraton Kanoman sebelum dibentuk Karesidenan Cirebon oleh Raffles.

    Ketidak yakinan adanya eksistensi Sindangkasih Majalengka, kemungiknan karena banyaknya nama sindangkasih di Jawa Barat. Sindangkasih-Galunggung atau Sindangkasih Ciamis misalnya wilayah yang sekarang menjadi wilayah Tawang/ Tasikmalaya/ wilayah tersebut dulunya terdapat banyak Kabupaten, misalnya Kabupaten Imbanagara kemudian Kabupaten Utama (keduanya dekat Kota Ciamis sekarang) kemudian Kabupaten Kawasen (Kecamatan Banjarsari) Ciamis, wilayah Kota Purwakarta pun dahulunya bernama Sindangkasih (peristiwa pemindahan ibukota Karawang dr Wanayasa ke Sindangkasih sekarang jadi Kota Purwakarta. Kemudian Sindangkasih Cirebon. (beber), bisa jadi punya pernanan sejarah akan tetapi lokasinya era selanjutnya terlalu dekat dengan Distrik Linggarjati dan Tjikasso/Timbang (dekat Cilimus sekarang) bahkan Cirebon pada era Daendels.

    Nuhun.

    • (1) Ada catatan-catatan taun yang tidak pas, misalnya 1823.
      (2) Perubahan wilayah bisa terjadi, kan? Termasuk perubahan nama daerah? Galuh jadi Ciamis. Sindangkasih jadi Purwakarta. Begitu pula pergeseran ibu kota. Sindangkasih di Majalengka sekarang itu benar adanya (hoofdnagarij Sindangkasih diubah jadi Majalengka, tapi tetap ada desa Sindangkasih–agak pusing juga kan?). Sindangkasih (bukan Majalengka) wilayah Sultan Anom, betul juga, tetapi Sikaro (Tjikro, Cikeruh, Cikuyuk?) wilayah Sultan Sepuh dan Anom. Sindangwasa itu dalam peta Belanda ditulis Cundanlassi, Cundanglassi, dan Sindangkasih (Sindangkasih yang ini di utara Majalengka, bukan di Selatan), baru kemudian ada Sindangkasih di selatan Majalengka. Sindangkasih (distrik) di bwah Kabupaten Maja membawahi Paningkiran (apa benar Panyingkiran) dan Sukasari (Argapura) itu belakangan. Lha, kan ada distrik Maja di bawah Kabupaten Maja, masih belum terlacak membawahi wilayah apa, selain Talaga, Rajagaluh, Palimanan, dan Kedondong. Sindangwasa sekarang masuk Rajagaluh (bukan Jatiwangi?) itu juga perubahan administratif. Sukasari masih diragukan masuk distrik Sindangkasih karena ada distrik Maja itu.
      (3) Jadi, bukan soal setuju atau tidak setuju, tapi soal bukti histosis dengan memperhatikan perubahan-perubahan, misal dari kota besar Djatiraga, Batoeroejoek, Cundanglassi, Tjikro, Bandjaran–jadi desa bahkan kampung kecil, tak tergambar dalam peta besar, dan dari kecil jadi besar (kampung Maja jadi ibu kota Kabupaten Maja, 1819, dan kemudian hanya jadi kota kecamatan–ibu kota distrik Sindangkasih jadi ibu kota Kabupaten Majalengka 1840; dari kota kerajaan Talaga, menjadi Kabupaten Talaga, dan sekarang hanya jadi ibu kota kecaamtan). Belum perubahan wilayah. Tahun kota tertera dalam peta tentu harus diperhatikan, jadinya. Bayangkan jika yang namanya Pada Beunghar, Hujung Barang (Hujung Bharwang, Ujung Berung), dan Walang Suji (Kagok, Talaga) tahun 1500-an adalah kota-kota besar “karajaan/padepokan” jaman Sunda-Galuh Sri Baduga Maharaja sekarang hanya jadi kampung kecil saja, itu pun perubahan sejarah.
      (4) Jangan bayangkan sungai Cikeruh seperti sekarang. Ada nagarij Depok Pasier di selatan Cundanglassi di tengah (bukan hulu) Sungai Cikeruh, di muaranya Cikeruh Belanda merancang (tapi gak jadi) semacam pemukiman dengan menyodet “kelokan” sungai Cikeruh. Kenapa? Cikeruh digunakan untuk mengalirkan kayu jati gelondongan dari Jati Bosch (Teja sekarang, di salah satu peta Belanda ada–hanya ada–Teja, di kaki Ciremay karena terkait dengan itu).

  5. Jawaban Pertanyaan

    No. 1. Ralat diatas maksudnya adalah tahun 1819

    No.2: Distrik Sindangkasih pada buku karya Daendels tahun 1814 membawahi dalam bukunya Paningkiran dan Soeka Sari. Sedang Distrik Sindangkasih yang Berada di naungan Kabupaten Maja pada tahun 1819 pada saat pembentukan Karesidenan Cirebon (Ada perbedaan waktu).

    Jadi Distrik Sindangkasih telah ada sebelum pembentukan Kabupaten Maja tahun 1819. karena distrik Sindangkasih merupakan bagian dari wilayah Sultan Cirebon.. Selanjutnya didasari peta buatan Inggris tahun 1817 (KITLV), (dalam artikel pak tatang tahun 1819) tercatat distrik distrik di wilayah Cirebon (dibawah kekuasaan sultan landen) termasuk Raja galuh, Talaga dan Sindangkasih.

    Jadi alurnya Seperti ini :

    Tahun 1809 : Distrik Sindangkasih berada dalam wilayah Sultan Cirebon dalam pengorganiasian wilayah Cirebon oleh Daendels (Buku Belanda Staat der Nederlandsche Oostindische bezittingen, onder het …, Volume 3: Karya Daendels)

    Tahun 1816: Raffles dalam surat menyurat dengan regents of districts di wilayah Cirebon, salah satu penguasa yg disurati Raffles adalah Tumengung Yogaweswa Regent Of District Sindangkassie. Distrik Sindangkasih berada di wilayah Keresidenen Cirebon bentukan Inggris karena wilayah Sultan Cirebon sudah di bubarkan Raffles)..
    (Buku History Of Java Karya: Raffles)

    Tahun 1819: Distrik Sindangkasih berada di dalam wilayah Kabupaten Maja, bersama Distrik Maja, Talaga, Rajagaluh, Palimanan dan Kedondong dalam Keresidenen Cirebon bentukan Belanda. (Buku Belanda: Nederlands Oost-Indië: of, Beschrijving der Nederlandsche …, Volume 3) Karya: Abraham Jacob van der Aa)

    Tahun 1840: Pemindahan Ibukota Kabupaten Maja ke wilayah Sindangkasih namun menepati lokasi baru yang diberi nama Majalengka. (Mirip sejarah pemindahan Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke wilayah Sindangkasih yang kemudian diberi nama baru, Purwakarta)

    Jadi bisa jadi Distrik Sindangkasih (setelah berpindah ke selatan menurut Pak tatang/bukan di Sindangwangsa) membawahi Panyingkiran dan Sukasari (Argapura) benar adanya, Karena Rajagaluh membawahi Pasanggrahan Bongas (Pasanggrahan bisa berupa tempat pergantian kuda pos di sepanjang jalan raya Deandels, dan bukan kah Bongas terlewati jalan raya pos/dendels?), bahkan sampai penyebrangan Karang sambung (Babakan Anyar Kadipaten).

    3. Bila memang harus merujuk pada peta dan tahun pembuatan maka distrik Sindangkasih pada era raffles (peta baru diterbitkan tahu 1817) berada di wilayah selatan.

    Simkuring tidak mencari siapa yg benar siapa yang salah mung hoyong berdiskusi mugi sajarah di Majalengka tiasa leres teu saukur Dongeng atawa Legenda, kumari pak tatang tos memberi pencerahan luar biasa mengenai sejarah majalengka baik eta talaga, maja dll di blog ieu. Nuhun…

    • Betul, Sindangkasih, Talaga, Rajagaluh ada sebelum pembentukan Kabupaten Maja (saya sebut dalam peta sebelum ada peta Maja, ada tiga kota besar itu). Masing-masing sebagai kabupaten (regenschaft). Betul semuanya milik Kasultanan Cirebon. Bisa jadi, saat itu Sindangkasih memang di Majalengka sekarang. Tetapi ada peta Belanda jauh sebelum itu menerakan Cundanglassi di timur Cikeruh utara jalan raya. Persoalannya cuma: ada dua Sindangkasih di wilayah Sindangksih, atau seluruhnya itu wilayah Sindangkasih, kotanya yang pindah kemudian dari timur Cikeruh utara jalan raya ke selatan. Atau, Belanda salah tulis, Sindangwasa ditulis CundangLASSI. Kalau salah, Raffles menuliskan Sindangkasih-Majalengka itu juga SindangLASSI, bukan SindangKASSI. Sekali lagi, ada peta Belanda yang menerakan Sindangkasih itu di utara Majalengka, peta baru setelah Majalengka ada (1840). Sekali lagi, ini bukan siapa salah siapa benar (salira nyebatna tidak setuju; jadi juga bukan persoalan setuju atau tidak setuju). Persoalannya terletak pada peta, bagaimana menjelaskannya! Ada di utara (sebelum Raffles, dan di selatan setelah Raffles–sebenarnya waktunya dekat-dekat saja, tapi berbeda, kan cuma itu.
      Jadi, “karajaan” (masih dalama tanda petik) Sindangkasih karena dijadikan sebagai regenschaft–dan ketika Sultan Cirebon akan membuat babad Cirebon juga ada terundang wakil Sindangkasih, diduga Sindangkasih yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka sekarang karena disebut urutan dengan Talaga dan Rajagaluh–itu memang ada, tapi tidak boleh didongengkan jadi Majalengka karena buah maja yang langka, disertai peran Pangeran Muhammad (ini masih tanda tanya). Sindangkasih tadinya masih punya Sunda-Galuh (diwarisi Sumedanglarang), diserahkan sebagai penebus Harisbaya ke Cirebon–itu pun kalau benar–yang pastinya tidak boleh terbatasi oleh wilayah Rajagaluh, harus berbatasan dengan Palimanan, karena Palimanan punya Cirebon (Heup, Rajagaluh sudah takluk ya ke Cirebon). Jadi, Sindangkasih tidak pernah diislamkan atau ditaklukkan oleh Cirebon, tapi diserahkan oleh Sumedang ke Cirebon. Pabaliut, nya?!
      Kalau Sukasari Argapura jadi wilayah Sindangkasih, kan tadinya punya Talaga (masa Rajamantri ketika ditaklukkan Cirebon gabungan dengan kerajaan Maja), maka ada Dalem Jerokaso, ada Dalem Kulur, ada Dalem Panuntun Girilawungan, dan lebih ke sana lagi ada Bagawan Garasiang, kenapa dimasukkan Sindangkasih? Itu persoalan Belanda punya ceritera, mungkin. Kan perubahan wilayah bisa menurut maunya yang punya kuasa. Soal ada distrik Maja, iya itu setelah pembentukan Kabupaten Maj, bukan sebelum. Hanya saja kayaknya sebelum ada Kabupaten Maja, Sindangkasih, Talaga, dan Rajagaluh itu regenschaft (yang disebut dalam besluit pembentukan hanya Rajagaluh dan Talaga, karena terkait batas daerah). Tapi, memang kadang tumpang tindih juga dengan “afdeeling.” Jadi, mungkin juga ada perubahan sebutan regenschaft menjadi district. Nah, soal ibu kota awal Sindangkasih di mana, di Sindangwasa ataukah di “Majalengka” itu kan soal peta juga. Saya agak kacau memang dengan regenshaft (mulai masa siapa ada sebutan itu, Daendels, apa sebelumnya).
      Lagi-lagi ada peta jauh hari sebelum masa Raffles yang menyebut Jatiraga dan Cundanglassi serta Tjikro. Ada peta pasca atau semasa Raffles menyebut (meletakkan) Sindangkasih di utara Majalengka (sesudah ada Majalengka). Ini kan tidak terkait dengan pas tengah-tengah wilayahnya. Cirebon saja tidak di tengah-tengah Karesidenan Cirebon, jauh sekali dari Galuh. Jadi, yang diubah menjadi Majalengka itu hoofdnagarij Sindangkasih, ataukah hanya daerah yang berada di wilayah Sindangasih, karena “kota” Sindangkasih masih dipetakan (ada yang di utaranya, ada yang di selatannya).
      PaNINGkiran pun belum tentu PaNYINGkiran, masih ada desa Paningkiran di dekat Palimanan (tapi, pasti punya Palimanan atau Rajagaluh, ya?). Mangga, sekali lagi jangan gunakan kata setuju tidak setuju, tapi dikaji babarengan, bari silihkoreksi–kan saya membalas ini juga tidak sambil baca lagi tulisan sendiri, jadi sok lupa–da pabaliut tea, bari sumberna kan bisa beda, aya buku Daendels, aya peta terbitan tahun sekian, ada buku Raffles! Yang susah teh melacak besluit pembentukan masing-masing regenschaft (SK, RG dan TLG) itu, lengkap dengan batas-batasnya, sebelum digabung jadi Regenschaft Madja yang kemudian jadi Madjalengka. Ada juga catatan perjalanan dalam bahasa Belanda yang menceriterakan setelah dari Karangsambung pingin menuju ke arah “pedesaan pegunungan” lewat Sindangkasih sebagai ibu kota distrik, lalu ke Maja sebagai ibu kota Kabupaten, baru ke Cirebon. Diduga Sindangkasih hoofdnagarij Sindangkasih itu ada di Majalengka sekarang (ini dugaan juga, karena tidak disebutkan arah mata anginnya bepergian).
      Catatan lain, nama Pasanggrahan sudah dicoba ilacak sekarang jadi apa. Pasanggrahan kayaknya bukan pos (kantor pos). Sindangwasa itu pos, maka ada nama kampung POS, kadang ditulis Sindangwasa Pos (peta Google dibuat seseorang menyebutnya POS BOBOKO–gak jelas saya). Tidak mungkin Pasanggrahan Maja, kan di sebelah sana Rajagaluh. Pos-pos itu berupa bangunan gardu dengan atap menutupi jalan raya. Tentu dengan tempat duduk petugas dan tiang pengikat kuda-kuda pos. Ada foto salah satunya, tapi bukan di jalur Karangsambung ke Cirebon. Pos-pos KS sampai CRb itu kemungkinannya adalah Batoeroeyoe, Tjikro, Bandjaran. Ada juga catatan sejarah pembuatan “bazaar” (pasar), salah satunya di hoofdnagarij Sindangkasih itu.
      Jadi, cindekna, tolong dibantu Cundan(g)lassi di posisi Sindangwasa sekarang itu apa? Itu makanya saya sebut misteri Sindangkasih! Lalu, Sindangkasih dalam peta Belanda yang diletakkan di utara Majalengka itu di mana? Sekarang jadi apa? Nah, kan jadi mempelajari sejarah teh mengasyikkan nya kalau ada dialog. Pokoknya Majalengka harus keluar dari mitos, kasihan anak-anak sekolah!

  6. Muhun pak tatang jadi resep diskusi bahas ‘Sindangkasih’ sedikit demi sedikit kabuka kumaha sajarahna teh, hapunten bilih aya lepat-lepat kata di diskusi ieu.

    1. Soal Sindangkasih bila dikaji soal pemberian wilayah oleh Geusan Ulun dalam perisitiwa harisbaya, bisa benar adanya. Saur pak tatang tidak mungkin Sindangkasih menjadi wilayah Cirebon bila terhalang wilayah Rajagaluh. Dina buku sejarahwan Saleh Danasasmita dijelaskan bahwa Rajagaluh (kadang ditulis Galuh) ditaklukan Cirebon era pemerintahan Prabu Surawisesa (Raja kedua Pajajaran) lalu dua tahun kemudian Talaga juga takluk oleh Cirebon. Pertanyaaanya tidak tertulis apakah wilayah Sindangkasih juga ditaklukan oleh Cirebon kalo memang tidak ditaklukan bisa jadi Sindangkasih masih milik wilayah Pajajaran hingga akhirnya menjadi wilayah warisan kepada Sumedanglarang sebelum diberikan ke Cirebon pada peristiwa harisbaya. (ieu sami sareng dugaan pak tatang). Mung pak tatang terang Sejarah Dalem Jerokaso (Maja) dupi nu jadi misteri kumaha sejarah Dalem Kulur sareng Dalem Panuntun nu letakna di wilayah caket Sindangkasih, apakah mereka pemimpin wilayah wilayah tersebut ata apa?

    2. Tah muhun dina sumber-sumber asing baik Belanda maupun Inggris nama-nama tempat ditulis rada aneh namina teh, contohna nya Sindangkasih ieu aya nu nulisna Cundanglansi, Sindanglansi, Sindang kassie namun aya oge nu leres Sindangkasih.

    3. Dina buku Daendels mah yen distrik-distrik di wilayah Cirebon kapungkur berada di bawah Sultan-sultan Cirebon yang diberi jabatan setingkat bupati (Sultan Anom teh berarti bupati ti distrik sindangkasih, rajagaluh sareng Talaga) bentuk distrik lalu diteraskeun ku jaman raffles tapi tos henteu dibawah Sultan Anom deui tapi dibawah Keresidenan bentukan Raffles, lanjut era Belanda distrik distrik ieu di gabung jadi sebuah Regentschap (Kabupaten) nyaeta Maja. Bisa jadi di wilayah Cirebon sebelum tahun 1819 mah belum ada wilayah berbentuk regentschap tapi distrik karena berada di wilayah Kasultanan Cirebon.

    4. Muhun maos di blog pak tatang oge yen pada saat SK,RG,TL bade digabung janten Kabupaten Maja nu ditunjuk janten Bupati Maja teh seberna Adipati Sancanta di Talaga mung nolak kumargi kedah ngalih ka ibukota di wilayah Sindangkasih, nyaeta Maja. Janten Adipati Sancanata dipensiun ku Belanda. Bisa jadi memang Maja tos lebet distrik Sindangkasih di era Belanda. Muhun masih gelap iraha wilayah-wilayah SK/RG/TL, eta dilakukan pengorganisasian wilayah mana wae nu lebet sareng batas-batasna. Tos biasa waktos eta mah wilayah teh di tukeur-tukeur ku pamarentah belanda atau dimasukeun ka wilayah mana wae atau memang kapungkurna wilayah tersebut beda sareng wilayah modern ayeuna. Contohna wae Kapungkur mah Timbanganten (ayeuna Tarogong Garut) lebet Kabupaten Bandung sanes Limbangan, atau wilayah Pangandaran lebetna Kabupaten Sukapura sanes Galuh, sareng Wilayah Ciawi, Rajapolah lebet ka Kabupaten Sumedang sanes Sukapura). Muhun tah kemungkinan paningkiran caket prapatan mah lebetna ka distrik Rajagaluh kumargi Bongas si buku daendels disebatna Bongas di Limunding (Leuwmunding). Kapunkur mah Palasah/Sumberjaya teh wilayah ti Leuwimunding (nembe era modern ayeuna pemekaran janten kecamatan masing-masing)

    5. Muhun aya blok pos Sindangwangsa, apakah pos ieu pasanggrahan nu mirip passangrahan Karangsambung nu caket penyeberangan cimanuk (sindangwangsa kedah meuntas Cikeruh) dalam arti pos penyebrangan sungai?? Muhun sanes Kantor pos tapi nyaeta tempat istirahat petugas pos atau lainnya yang melewati jalan daendels.

    Jadi misterina teh janten Sindangwangsa teh Sindangkasih atau keduana berbeda? atau ada kekeliruan dari pencatatan (baik nama atau lokasi) bangsa eropa terhadap wilayah-wilayah eta? misteri memang..

    Nuhun…

    • 1.Upami nuturkeun bisluit pendirian Kabupaten Maja, regnschaft Rajagaluh sareng Talaga tos aya memeh 1819 (tangtosna termasuk Sindangkasih), dan disebat apan dina batas wilayah. Ari Sultan Anom teh jabatan bupati jaman Kasultanan, sanes memang Sultan Cirebon anu aya dua (Sultan Sepuh, Suiltan Anom) teras tilu tea?
      2. Seratan na peta Walanda Sindangkasih kalereun Majalengka, saentos Sindangkasih gentos janten Majalengka, jigana lepat. Tapi upami salingjiplak ti peta lawas, tiasa oge leres, memang di daerah Sindangwasa. Nu kedah disapagodosan teh sanes sadaya Sindangkasih gentos janten Majalengka, ukur nu janten ibu nagarina wae. Kadieunakeun Sindangkasih tidak penting lagi (nu di kaler), nu di kidul mah tetap kasebat da jalur ti Majalengka ka Maja ka Talaga lewat Sindangkasih, ka Kulur ka Cieurih, teu liwat Cigasong.
      3. Pasanggrahan teh aya sebatanna khusus na basa Walanda, teu emut, benten sareng pos. Aya deui istilah loji, ieu ge pamukiman Walanda. Di muhara Cikeruh (nu gabung ka Cimanuk) aya peta rencana pembuatan pemukiman sekaligus benteng Walanda. Pos sanes pos penyebrangan, memang pos kantor pos, jigana, da tos aya jalan raya pos )post weg) tea, tos aya jembatan (brug–di Maja nu meuntasan Cirumput sok disebut sasak kebuk).
      4. Upami teu lepat, kabehdieunakeun na peta Walanda sanes Rajagaluh nu janten semacam distrik teh, tapi Leuwimunding, Rajagaluh dikecilkan tidak sebesar distrik (regenschaft) tadina. Numawi disebatna Limunding tea.
      5. Tah, nu pabaliut teh Dalem Kulur sareng Dalem Panuntun, pan eta teh di wilayah “Sindangkasih Nyi Rambut Kasih” atanapi Sindangkasih Sumedang. Piraku, nya? Jadi, mun leres Dalem Kulur di Kulur sareng Dalem Panuntun di Girilawungan, Sindangkasih pasti di kalereunana deui, nya nu dipetakeun ku Walanda di wetaneun Cikeruh kalereun jalan raya tea, hipotetis.
      6. Uninga teu, eta Tarikolot Majalengka tadina tilas kota naon (tarikolot teh pan sesebatan ka wilayah nu tadina geugeuk ku warga terus jadi corengcang). Kadua, uninga teu sasakala Babakan Jawa (urang jawa modern jaman Walanda pindah nuturkeun pindahna Sindangkasih di Sindangwasa ka “Majalengka”?–Moal ah dongeng urang Cirebon nuturkeun Pangeran Muhammad bumen-bumen di dinya, mah!)\
      Mangga, urang kotektak sasarengan. Asyik, pan!

  7. 1. Muhun Jaman Daendels, Sultan-sultan Cirebon dipasihan jabatan satingkat Bupati sareng diwilayahna di bagi-bagi, Sultan Sepuh gaduh wilayah Cirebon+Kuningan, Sultan Anom: Majalengka, Sultan Kacirebonan: Indramayu. Mung Sateuacana mah aya “Kepangeranan Gebang-Losari” mung dihapus ku Belanda teras wilayahna di lebetkeun ka Kasultanan Cirebon.

    2. Muhun leres, mun aya nu jadi pertanyaan kumargi Jalan Raya Pos dibuat tahun 1808, dan sedangkan peta nu nyantumkeun Cundanglas (Sindangkasih nu kalewatan Jalan Pos)i teh buatan tahun 1700-an. Jalan Raya Pos proyek awalna mung ngahubungkeun Batavia sampai ka Pelabuhan Karangsambung. Nembe diteraskeun ka Cirebon ku margi aya permintaan ti Residen Cirebon. Nah apa jalur di peta eta leres jalan raya pos? atau bukan jalan raya pos? tapi jalan lain nu ayeuna janten jalan raya Kadipaten – Majalengka – Rajagaluh – Sumber – Cirebon??? Kumargi di peta eta jalan nateh nyambung sareng jalan nu ti arah Kuningan di hiji tempat nu namina Kali Tanjung, mirip sareng jalur ayeuna. Contoh laina nyaeta Bujangga Manik oge ngalewatan jalur nu mirip jalur Rajagaluh – Cirebon, kumargi nyebat Hujung Barang teras Padabeunghar. Ieu pra duga abi pak tatang.

    3.Muhun, apakah ada kemungkinan istilah ‘loji’ tidak hanya merujuk kepada bangunan belanda, tapi wangunan sanes, bisa pergudangan atau bangunan besar, sanes di sajarah invasi Sultan Agung ka Batavia nu kadua, Mataram ngadamel pergudangan/loji logistik disepanjang pantura?. Muhun Karangsambung oge kapungkurna mah disebatna Pasanggrahan.

    4.Leres, mung ngawitanan mah Rajagaluh teh Distrik teras, Leuwimunding nu terkenal na kumargi dijadikeun Kawedanan, sami sareng Jatiwangi. Tahun 1819 pas awal Kabupaten Maja ngadeg nyebatna mah mung aya Distrik Maja, Sindangkasih, Talaga, Rajagaluh, teras di tambih Kedondong sareng Palimanan. Jadi Kawedanan Jatiwangi sareng Leuwimunding mah muncul saentos ganti nama janten Kabupaten Majalengka sanes Maja deui atau sateuacna. Muhun Bisa jadi Akhirnya Rajagaluh wilayahna di Pecah jadi Kawedanan Jatiwangi sareng Kawedanan Leuwimunding kumargi di Buku Daendels teh wilayah Distrik Rajagaluh sampai ka Karangsambung.

    5. Lamun leres, Dalem Panuntun di wilayah Sindangkasih (caket Majalengka Kota ayeuna) nya cocok kumargi pan aya pamakaman Girilawungan di Majalengka, apa Dalem Panuntun di makamkeun didinya??, Dalem kulur apa dimakamkeun di kulur?

    6. Teu acan mendakan pak, Soal Tarikolot atanapi Babakan Jawa, mung urang jawa ngalih ka wilayah Pasundan mah tos biasa di jaman kolonial mah, kumargi dicandak kanggo berbagai macam kaperluan, bisa tenaga kerja atau saukur ngeusian wilayah sareng nyawah.

    7. Abdi mendakan dina hiji blog, sami garis besarna mah menyangsikan adanya Kerajaan Sindangkasih, teras aya jalmi nu komentar, saurna nuju anjeunan alit di Cicurug (caket Sindangkasih), kapungkurna di caket Sungai Cideres, Cicurug aya patilasan nyaeta pondasi bangunan, sareng lingga yoni, tapi saurna duka ayeuna masih aya atau tos teu aya kumargi ti kapungkurna tos teu karawat. Apa ieu benar atau henteuna kedah di telusuri, lamun aya waktos ku abdi bade dipilarian hehe.

    8. Soal asal usul nami, Majalengka abdi satuju sareng dugaan pak tatang nyaeta ti nami Madya Lengka, atau daratan ditengah tengah air/sungai. Tapi menarik (saur abdi hehe) nyaeta ti nami Perusahaan Perkebunan “MADJA LAND COMPANY atau disingkat janten MADJA LAND CO. (sanes Madja L & Co, sapertos duagaan ayeuna) Dugaan abdi sanes Kata “L &” tapi nyaeta aselina kata “Land” (Land=wilayah/daratan). Mungkin “Land” didieu salah tafsir nyaetan huruf “L” dan simbol “&” nuartina “and” (bahasa inggris). jadi “Land” diartikeun “L &”. Kunaon perusahaan bernama “Madja Land Company/ Madja Land Co.” mungkin mengikuti nama dari wilayah mereka berada di Kabupaten Maja, akan tetapi perusahaan ini tidak berada di Kota Maja tetapi di wilayah Majalengka Kota ayeuna, tempatna nyaeta di kaler alun alun Majalengka ayeuna nyaeta nu ayeuna janten Perum Perhutani KPH Majalengka. Bukankah rata-rata bekas perusahaan perkebunan belanda kemudian menjadi Perum Perhutani atau ke PTPN?? termasuk bangunan-bangunan bekasnya? Wilayahna ieu kemudian lebih dikenal Sebagai “Madja Land Co” sudah tak asing orang pribumi sulit berucap dengan benar kata-kata dalam bahasa asing, saur pak tatang di maja we, jembatan kedahna nyebat Brug (Jembatan) janten Kebuk, hehe. Mungkin kah nama “Madja Land Co >> Madjalanco >> Maja Lengko >> Madja Lengka. Gara-gara urang pribumi salah ucap nama “Madja Land Co”? hiji deui nyebatna “Lengka” na teh kumargi sepuh mah nyebat “Lengka” huruf “E”-na, “E” Emas sanes “E” Entog. Tuh ayeuna wae dijaman kiwari aya perubahan lafal kata “Lengka” hehe. Bukankah dalam surat pemindahan ibukota kabupaten tahun 1840, menyatakan “pemindahan Ibukota Maja kewilayah Sindangkasih, yang kemudian diberinama Majalengka” nah nama daerah tersebut bisa jadi dulunya merupakan wilayah perusahaan “Madja-land-Co” yang berada di wilayah Distrik Sindangkasih nu salah ucap gara-gara urang pribumi jadi “Madja-leng-ka”

    Ieu hipotesis abdi, perlu penelusuran lebih mendalam, terutama apakah memang ada perusahan perkebunan “Madja Land Company” atau di singkat Madja Land Co.tersebut?

    Nuhun…

    • Soal nami Majalengka, harusnya tidak dibalik, bukan dari nama ibu kota, tapi dari nama kabupaten (sesuai besluit). Nama Kabupatennya Majalengka, ibu kotanya mengikuti. Melacak nama maja lengka dari madya alengka (selatan tengah) sebelum tahu persis kata lengka itu artinya pahit (basa Sunda kuno), dan nama lain Kerajaan Mahapahit. Kata belanda Maja L & Co. kan dibacanya jadi Majalan en co., mun digabung jadi majalanengko (jauh dari majalengka). Urang Sunda kurang suka dengan e (emas), lebih suka e (entog). Urang Jogja bilang macet (e-mas), urang Sunda mah macet (e-ntog), jadi majalengka (mojolengko–leng-kap) jadi majalengka (leng-kah). Sampe ayeuna urang Jogja make basa Jogja pasti nyebut Mojolengko (teu Majalengka). Arti maja lengka saya lebih suka yang terakhir itu, maja pahit alias berenuk. Historis kelihatannya lebih ke situ.
      Kalau letak Cundanglassi pake logika jalan raya Majalengka-Rajagaluh-Karangtanjung, Tjikro kiduleun Cundanglassi pasti ayana di Maja. Hehehe…… padahal Tjikro na peta Raffles ya di jalan raya pos itu, dekat Sindang wasa, tapi sudah tak ada Cundanglassi, yang ada Banjaran di timurnya dan Baturuyuk di baratnya. Kalau Cundanglassi ada di jalan Majalengka-Rajagaluh, juga tidak terletak di Cicurug! Patilsan bekas fondasi di Sindangkasih dan lingga-yoni menurut ceritera, memang jadi pertanyaan menarik: Benarkah di Gedung Kabupaten sekarang itu ada patilasan ruangan nyi Rambut Kasih? Bukannya keratonnya di Cicurug (Sindangkasih sekarang, maksudnya!)??? Lagi-lagi krena kita terjebak dengan letak dan nama “kota” di masa kini, bukan masa lalu. Talaga saja dikira ibu kotanya di Talaga sekarang, padahal di Walangsuji Kagok Banjaran, dan sebelumnya entah di mana. Jadi, pergeseran “kerajaan Sindangkasih” Majalengka pun bisa terjadi dari waktu ke waktu. Tahun 1686
      Sindangkasih (dalam “Princes, Nederlanders……..”) milik Sultan Anom (Pangeran Kartawijaya), tapi Sikaro (Tjikeruh) milik Sultan Anom dan Sultan Sepuh, sementara Karangsambung (Kare Sambo) milik Sultan Sepuh (Martawijaya). Tah, sebelah mana Sindangkasih itu? Menarik, kan?!

  8. Muhun pak tatang soal asal usul Majalengka dari kata’ Madja Land Company atau disingkat jadi “Madja Land Co” sekedar dugaan saya, tapi menarik sekali kalo benar dari nama lain Majapahit, nama yg yg unik dan entah apa asal usulnya sehigga entah Belanda atau Bupati Maja saat ini memilih nama ‘Majalengka’

    Nah dalam peta raffles 1817 baru mencatumkan Baturuyuk, Tjikro, dan Banjaran, apa kota-kota ini muncul dan menjadi penting setelah adanya jalan raya pos 1808 yg dibangun era daendels? mirip dengan Ibukota Bandung, Bandung yg muncul dan penting setelah pindah dari Karapyak (Dayeuhkolot). Sedangkan dalam peta 1700-an cundanglasi bisa jadi berada di jalan lain (bukan jalan pos) karena jalan pos belum ada saat itu. Kalo memang Cundanglasi dulunya ada di sindangwasa harusnya ketika jalan raya pos sudah dibangun cundanglasi masih berada disana sebagai kota penting (atau pusat pemerintahan lokal), aneh apabila kemudian Sindangkasih pindah jauh dari jalan raya pos, bukankah kota Bandung dan Anawadak (Ibukota Parakanmuncang, sekarang Tanjungsari Sumedang) merupakan anjuran Daendles kepada bupati-bupatinya untuk mendekat/berada ke jalan pos. Atau Tjikro sudah menjadi penting karena keberadaanya di pinggir sungai Cikeruh (kota pelabuhan sungai)

    Betul pak tatang, Ibukota Distrik Sindangkasih pun menurut saya bisa jadi bukan di Desa Sindangkasih, bisa didaerah sekitarnya sudah menjadi kebiasaan ibukota kabupaten/distrik era kolonial pindah-pindah, dengan adanya cerita bekas fondasi dan lingga-yoni, serta keberadaann kompleks pemakaman belanda/kerkoff di Cicurug (Desa tetangga Sindangkasih) bisa jadi kapungkurna daerah tsb merupakan daerah penting. Saya belum dapat data kapan Kerkoff ini dibangun apakah sejak era Distrik Sindangkasih, atau sejak Kabupaten Maja/Majalengka.

    Saurna mah memang ada kamar khusus Nyi Rambut Kasih di pendopo dengan dihiasi seperangkat gamelan (gamelan kuno? apa baru? ya?). Tak seperti Talaga yang naskahnya sejarahnya tersusun rapi, serta makam-makam para bupatinya jelas letaknya, misterinya adalah dimanakah makam-makam para pemimpin Sindangkasih dan Rajagaluh, itu menjadi menarik karena biasanya makam para bupati terletak di wilayah Pekauman (belakang masjid agung biasana) atau lokasi khusus yang letaknya dekat dengan ibukota Kabupaten/distrik. Tahun 1686 wah ini lebih jauh lama lagi ya pak dari data data sebelumnya hehe,. bisa lebih lengkap pak pembagian wilayah Kanoman dan Kasepuhan, atau aya linkna biar tiasa ku abdi di reka-reka gambaraan hehe.

    Nuhun.

    • Mung sakedik, buka wae Princess Nederlanders and Bovenlanders Socio-economic……… itu tadi, bahasa Inggris da, soal sajarah perjatian. Soal jalan, bisa tidak diduga jalan raya itu memang dibuat mengikuti alur jalan desa yang tadinya sudah ada? Lebih mudah daripada membuat jalan baru (seperti jalan tol). Jadi, Cundnglasi memang sudah ada dengan jalur jalan kerajaan kesultanan Cirebon yang menghubungkan dengan Galuh-Sunda (Pajajaran) lewat Sumedang, meuntasna sama di Karangsambung. Jadi, Cundanglassi dan juga Tjikro tidak harus berarti ada di jalan pos baru, hanya geser sana sini sedikit, paling. Kota Tjikro itu diduga sekarang jadi Kampung Cikusuk, kiduleun Sindangwasa dekat desa Pasir (mungkin nu ku Walanda na peta rancangan pembangunan “pasanggarahan-benteng”/bescherming di muara Cikeruh disebut nagarij Depokpassier), sisi Cikeruh haritana mah……. Jadi, ada kemungkinan Cundanglassi memang ada sendiri, Sindangkasih Cicurug ada sendiri, seperti Paningkiran ada di Kadipaten dan di Parapatan. Tinggal Sindang Kasih nu jadi wilayah Sultan Anom tahun 1686 nu mana? Perlu dilacak! Aslinya peneybutan itu terkait eksplorasi hasil hutan (baca: jati), ada empat daerah yang disebut,. Sumedang, Sindang Kasih, Karesambo, Sikaro. Karena terkait hasil hutan, Sindang kasih Cundanglassi diduga yang kuat Sindangwasa itu, dekat aliran sungai Cikeruh ke Cimanuk untuk menghanyutkan rakit golondongan kayu jati (log). Seru nya jadina?

  9. Nah muhun.. Mungkin juga Sindangkasih (Majalengka) punya peranan lebih besar dalam arti adanya kepemimpinan dan bentuk pemerintahan kala itu. kenapa bila Lumaju Agung menjadi Kepala wilayah Maja seperti diperintahkan oleh Pucuk Umum dan Ratu Sunyalarang, berarti Dalem panuntun (yang kemudian dimakamkan di Girilawungan) pun menjadi kepala wilayah yang kemudian hari menjadi Majalengka sekarang. Apa Dalem Panuntun ini menjadi titik awal kepemimpinan dan bentuk di wilayah Sindangkasih? (terlepas dari cerita nyi rambut kasih dan pangeran muhamad). Kalo soal hasil hutan mungkin juga Sindangkasih (Majalengka) punya, kalo dilihat wilayah berdasarkan buku karya daendels kalo Sindangkasih mempunyai wilayah sampai Sukasari (argapura) bisa saja dulunya wilayah tersebut berupa hutan, dan hasilnya dilarung dari desa Palabuan (Sukahaji) ini bila sungai Cikeruh menjadi batas keregenan Sindangkasih dan keregenan Rajagaluh. Sindangkasih di barat Cikeruh dan Rajagaluh timur cikeruh.

    Tjikro/Tikeruh menjadi milik Sultan sepuh dan anom bisa jadi karena posisinya menjadi batas wilayah Rajagaluh yang milik Sultan Sepuh dan wilayah Sindangkasih milik Sultan Anom. Kenapa Karangsambung milik Sultan Sepuh, karena di dalam Buku milik Daendels pun Karangsambung mah masuk kedalam wilayah Rajagaluh. Tapi semua itu praduga
    dan masih harus cari referensinya tentang pembagian wilayah antara Kasepuhan dan Kanoman hehe.

    Lalu mengapa Sindangkasih menjadi seperti kehilangan peran dan hanya menjadi desa kecil setelah pembentukan Regentschap Madja. Mungkin bisa dibandingkan dengan kondisi Desa Cikaso Kuningan. Desa Cikaso dulunya merupakan sebuah distrik/keregenan yang di pimpin oleh seorang Tumenggung, seperti ditulis oleh Raffles. tahun 1819 kemudian dibentuk Kabupaten Kuningan, maka Cikaso digabung kedalam regentschap Kuningan bersama dengan disrik Kuningan dan Linggarjati. Sekarang Cikaso hanya sebuah desa di Kec. Cilimus Kuningan.

  10. Abdi tos ningal tentang perencanaan pembangunan Benteng di pinggir Sungai Cikeruh, tapi punten setelah di cek melalui bentuk alur sungai, kemungkinan lokasinya bukan di Sindangwangsa atau Desa Pasir, tetapi berada di wilayah Ligung sekarang atau selatan Desa Bantarwaru, Hal ini dari peta rencanan benteng disandingkan dengan alur sungai cikeruh lokasinya tak jauh dari muara sungai cikeruh dengan cimanuk dan berada di sekitar sebuah muara sungai kecil dengan Cikeruh.

    Kemudian mengapa ‘kota-kota’ seperti Karangsambung, Baturuyuk, Tjikro dan Banjaran, banyak tertulis di peta belanda. Hal ini tempat-tempat tersebut merupakan tempat pergantian kuda penarik,kereta kuda,.Mengapa tempat-tempat tersebut sering dinamakan ‘POS’ hal ini karena tempat pergantian kuda tersebut (berserta bangunannya yang berada di tengah-tengah jalan raya deandels) merupakan dibawah kewenangan semacam perusahaan pos belanda. Letak antara jarak tempat pergantian kuda kira-kira sejauh 5-7 Mil. (Menurut Rafles dalam bukunya History of Java dan para pengelana eropa di jawa dalam buku Jawa Tempo Doeole)

    Sakitu mung tambihan ti abdi, mugi janten bahan diskusi kapayunna…

  11. assalamualaikum pak…

    menarik sekali artikel mengenai daerah majalengka. kalo tentang daerah lain yang ada di majalengka sperti di jatiwangi, kertajati, atau jatitujuh ada ga ya pak??saya orang bandung tapi saya sedang menjalani proses kreatif di desa jatitujuh..tepatnya di sanggar Rumah Kreatif Konser Kampung jatitujuh,,,beberapa aktivis seni dan budaya dan para gegedug desa di jatitujuh selalu merencanakan pembuatan/pembukuan sejarah tentang jatitujuh,,tapi gatau kenapa selalu tidak berjalan baik..kata mreka miris ketika kita membicarakan sejarah desa jatitujuh selalu yang keluar adalah sejarahnya ki bagus rangin yang merupakan penggerak pemberontakan melawan belanda pada masa itu. yang ingin saya ketahui lebih dalam adalah perihal struktur pemerintahan dan juga masa pendudukan ki bagus rangin dalam membela tanah jatitujuh. secara budaya kita bisa melihat keberadaan para tokoh yang berpengaruh membela tanah air dengan caranya sendiri namun time reference nya kurang jelas dan ga ada yang tau pasti..saya juga ingin tahu apakah benar bahwa adanya majalengka berawal dari pemerintahan yang dibangun dari desa jatitujuh ini. hatur nuhun

  12. Assalamu alaikum,
    Sampurasun,

    Berbicara tentang sejarah majalengka memang menarik dan artikel kang tatang sangat memberi pencerahan bagi generasi sekarang yang memang hayanya tahu “dongeng” tentang majalengka nya saja. Kalau boleh saya bertanya apa benar di majalengka ada sebuah kerajaan yang di bumi hanguskan ? saya pernah dengar sedikit cerita tersebut. Dan apakah mungkin ada kaitannya dengan sindangkasih ?
    Hatur nuhun.

    Wassalam.

    • Hehe………….. Matak ge jigana ada mata rantai yang terputus (missing link), karena jigana, ada kemungkinan Sindangkasih sekarang teh Sindangkasih baru, pindahan ti Sindangkasih lama…… (bedol desa, jigana!!!)

  13. Kang abdi Jejep Falahul Alam wartawan Kabar Cirebon liputan Majalengka. Abdi tertarik sejarah Majalengka. Abdi nuhunkeun izin bade share tulisan akang terutama alamat blog akang. Kangge dipublikasiken ka masyarakat Majalengka. Haturnuhn.

  14. perang kedongdong atau skrng mnjadi sbuah desa di kec.susukan crb lebih dahsyat dr perang di penogoro perang itu berlangsung selama 100 tahun pribumi melawan penjajah tp sangat memalukan perang dipenogoro hanya perang pribumi vs pribumi demi kekuasaan.sunhguh sngat menyayangkan yg terkenal mlh perang di penogoro

  15. assalmu’alaikum.
    nepangkeun kang, punten bade ngarewong. manawi gaduh peta jalan raya pos anu taun 1808- 1812 ? terutami jalur antara bandung – sumedang – karangsambung.?
    haturnuhun sateuacana

  16. Punten pami wilayah lemahsugih teh bahelana ka lebet wilayah talaga manggung? Sumedang larang? Atanapi sunda galuh? Atawa wilayah anu teu pernah dikuasai kuasai sasaha?

  17. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, pa sblmnya izin memperkenalkan diri. Nama saya Wilda Riva, siswa kelas X SMAN 1 Majalengka, saya mendapat tugas dri guru sejarah untk mempresentasikan mengenai sejarah lokal, kelompok saya memutuskan untk membahas tentang “sindang kasih” maka dari itu sayaaa mhon izin pada bapa untk menjdikan tulisan bapa sbgi bahan materi presentasi kelompok saya. Sumber akan saya cantumkan di laporan presentasi. Terimakasihhh pak sebelumnyaaaaa ….

  18. Majalengka itu baru berdiri setelah abad 19 ketika Cirebon di ambil alih oleh Sultan Wiralodra VII (Raden Marang Ali) dan Bagus Rangin.
    Majalengka dulunya wilayah Indramayu, lebih tepatnya Kadipaten Jatiwangi namanya.

    Di era Kesultanan Dermayon terutama era Gubernur Sultan Marang ali (Wiralodra VII) majalengka di dirikan tujuanya agar lepas dari Kudeta Cirebon.

    Pengelompokan INDRAMAYU, CIREBON, MAJALENGKA, KUNINGAN dan GALUH. Itu di bentuk oleh pihak Belanda agar satu kepemerintahan Provinsi Cirebon, namun reaksi itu dikecam, karena Dermayon (Indramayu-Majalengka) tidak ingin dikelompokan kedalam satu kepemerintahan dengan Cirebon.

    Ketika Belanda berhasil mengelompokan INDRAMAYU, MAJALENGKA, KUNINGAN, CIREBON dan GALUH menjadi satu Kepemerintahaan yaitu PROVINSI CIREBON. Yang kemudian banyak terjadi Konflik terutama era SULTAN MARANG ALI (WIRALODRA VII) dan Berhasil mengalahkan Belanda di Cirebon. Jadi Pembentukan Provinsi Cirebon saat itu bukan orang Asli Cirebon apalagi Sultan Cirebon berhasil menguasai wilayah Indramayu, Majalengka, Kuningan, Cirebon, Galuh supaya wilayah tersebut tunduk di pada sultan Cirebon, itu tidak benar, hanya cerita palsu jika Cirebon mengusai Indramayu, Majalengka, Kuningan, Cirebon dan Galuh.

    Kenyataannya Cirebon justru di Kuasai Dermayon setelah kekalahan Belanda di pertengahan Abad 17 di era Sultan Kertawijaya (Wiralodra IV)
    Pasca kemanangan Perang di era Sultan Marang ali akhir abad 19. Bagus Rangin meminta Gubernur Sultan Marang Ali untuk mendirikan Majalengka. Tapi wilayah Kertajati, Jatitujuh, Jatiwangi, Kadipaten atau wilayah Majalengka Utara masih wilayah daerah Kesultanan Dermayon.

Leave a comment