MELACAK JEJAK KERAJAAN TALAGA: TOPONOMI AREA SEKITAR SITU SANGIANG

Tatang M. Amirin; 22 Nopember 2010

Ini satu “page” lain berkenaan dengan Kerajaan Talaga. Kerajaan Talaga amat miskin dengan tinggalan sejarah yang berupa artefak atau “prasasti” dan sumber tulisan lainnya. Dua saja yang setidaknya sudah meyakinkan saya. Pertama, Wawacan Bujangga Manik yang menyebut “dayeuh” (kota) Walang Suji dan “nama kerajaan” alas Talaga, dengan anggapan dasar (asumsi) Prabu Jaya Pakuan yang bersembunyi dalam alias Bujangga Manik itu benar-benar mendeskripsikan (memaparkan) topografi (sebutan-sebutan daerah) sebagaimana adanya. Tidak ada unsur subjektivitas di dalamnya, karena hanya menyebutkan saja.

Kedua, tulisan Pauline C.M. Lunsingh Scheurleer dan Marijke J. Klokke, “Ancient Indonesia Bronzes: A Catalogue of the Exhibition in the Rijkmuseum,” 1988. Scheurleer dan Klokke menampilkan gambar patung Bodhisattwa dalam bentuk Vajrapani (Wajrapani, Bajrapani)  yang dengan tegas disebutnya berasal dari Talaga, Cheribon. Patung perunggu Budha dalam posisi Wajrapani setinggi 21 cm. itu telah saya muat gambarnya–dengan bantuan Sdr. Didik Kurniawan, SPd., staf pengelola website FIP UNY– dalam page “Kerajaan Talaga: Melacak Jejak Bujangga Manik” dari blog ini.

Yang mengundang kepenasaran saya adalah di mana sejatinya letak Kerajaan Talaga itu. Beberapa nama daerah (desa, kampung, dusun) di sekitar Situ Sangiang, Talaga, Majalengka, sejauh yang bisa terlacak lewat “google map” dan blog “adik-adik urang Talaga,” dan berbagai berita online tentan Talaga, membuat saya penasarana untuk mencoba mnelaahnya. Saiapa tahu agak benar. Makanya dimuat dalam “kontroversi” ini, karena saya benar-benar hanya menebak-tebak.

Pertama, Sunia. Sunia berada di sebelah selatan Situ Sangiang. Salah satu “putri” Talaga diberi nama Sunyalarang. Sunia (sunya, sonya) itu artinya sunyi, sepi. Larang itu terlarang (dimasuki), menyepi, atau suci. Entah kenapa nama desa itu hanya Sunia, tidak Sunyalarang. Di desa itu ada kolam pemandian yang bernama Sunyalarang dan Sunyantaka. Sunyantaka juga nama dari pemakaman (astana) yang ada di perbukitan (pasir) desa Sunia. Sunya artinya sepi, sunyi, hening, dan “antaka” artinya pencabut nyawa atau kematian. Sunyantaka artinya tempat orang-orang yang sudah meninggal yang diharapkan jiwanya berada dalam ketenangan.

Dalam kaitan dengan Kerajaan Talaga, desa Sunia ini dahulunya menjadi apa, atau sebagai wilayah apa, itu yang masih harus dilacak lebih lanjut. Setidaknya, “putri” Sunyalarang ada kemungkinan pernah bermukim di sini, entah lahir , dibesarkan, atau dididik. Entah kenapa pula kemudian ketika menjadi “ratu” Talaga bergelar Ratu Parung, ratu yang berasal atau memimpin daerah “parung,” wilayah dekat sungai yang ada bagian dangkalnya (jika hamparan pasir dan menonjol di sungai disebut “gasung” atau “gasong”).

Kedua, Darmalarang. Seperti telah disebutkan “larang” itu dapat mengandung arti suci. Darmalarang sama makna dengan Darmasuci. Darmasuci adalah nama salah satu “bagawan Budha” cikal bakal raja-raja Kerajaan Talaga. Bagawan Darmasuci I, dengan demikian, diduga membuat padepokan di Darmalarang. Di dekat desa Darmalarang itu ada nama lain (jika orang menulis di “google map” benar, yaitu Regamaya. Regamaya dapat berasal dari kata “arga” (gunung) dan “maya” (tak nyata). Itu gunung tapi bukan gunung, atau gunung tempat berkomunikasi dengan alam maya? Adakah kemungkinannya dari “argamahayana”? Atau dari “arga mahawijaya” (gunung kemahadigjayaan) seperti Talaga “Rana Mahawijaya” (kedigjayaan dalam peperangan) yang konon berubah jdi “Ranca Maya”?

Masih di dekatnya ada desa Ganeas. Ini agak menyulitkan. Kenapa tidak Ganesa? Lagi-lagi kemungkinannya dari “arga” dan “neas”(?). Apa itu “neas”? Jangan-jangan aslinya dari kata “niwesa” yang berarti tempat tinggal atau “kampus” (padepokan). Arganiwesa artinya bukit tempat padepokan atau asrama. Untuk siapa? Murid-murid Darmasuci I. Kata yang lebniuh dekat lagi adalah “nyasa” yang mengandung arti persiapan atau rencana, dan juga berarti gedung. Pertanyaannya, apakah itu dari kata “arganyasa” (bukit yang ada gedungnya), ataukah “grhanyasa” (rumah gedung). Tapi itu jadi dobel kata “rumah,” dan lagi pula grha itu biasanya berubah jadi “gara” seperti Garawastu (grhavastu) yang berarti tempat (“vastu” artinya tempat)  rumah-rumah alias kompleks perumahan.

Nah, sementara itu dulu. Sambil terus akan dilacak “nama-nama aneh” di sekitar Talaga. Ada yang mau nyambung info?

22 thoughts on “MELACAK JEJAK KERAJAAN TALAGA: TOPONOMI AREA SEKITAR SITU SANGIANG

  1. Assalamualaikum, saya sendiri bisa di bilang sebagai “keturunan langsung” dari kerajaan Talaga. saya menemuka blog ini dari “keisengan” saya karena saya sendiri kurang tahu secara dalam tentang leluhur saya. saya sangat tertarik dengan tulisan ini :
    —Kedua, tulisan Pauline C.M. Lunsingh Scheurleer dan Marijke J. Klokke, “Ancient Indonesia Bronzes: A Catalogue of the Exhibition in the Rijkmuseum,” 1988. Scheurleer dan Klokke menampilkan gambar patung Bodhisattwa dalam bentuk Vajrapani (Wajrapani, Bajrapani) yang dengan tegas disebutnya berasal dari Talaga, Cheribon. Patung perunggu Budha dalam posisi Wajrapani setinggi 21 cm. itu telah saya muat gambarnya–dengan bantuan Sdr. Didik Kurniawan, SPd., staf pengelola website FIP UNY– dalam page “Kerajaan Talaga: Melacak Jejak Bujangga Manik” dari blog ini.—

    karena berdasarkan cerita nenek saya memang ada TIGA patung peninggalan kerajaan Talaga Manggung, namun sayang sekali karena di keluarga besar saya hanya menyimpan dua buah patung perunggu yang sangat disakralkan oleh keluarga besar saya, saya sangat penasaran dengan gambar patung satu lagi. apa bila bapak bisa memberi gambar patung tersebut yang ada di tulisan bapak sebelumnya mohon sekali agar bisa dikirimkan kepada saya karena patung tersebut telah menghilang dari keluarga besar saya puluhan tahun silam.

    wassalam

    • Oke. Ada satu lagi. Cuma karena teksnya berbahasa Belanda, saya belum yakin itu benar-benar dari Talaga. Jangan-jangan hanya menceriterakan yang di Talaga itu semacam itu. Tadinya saya kira cuma ada satu. Jadi, jika ada tiga, nah yang satu lagi jadinya sudah tertemukan lagi (gambarnya). Alhamdulillah. Tapi sambil tetap teks bahasa Belandanya akan saya pelajari dulu. Harus cari kamus lengkap. Tapi, sudah saya “upload” ke page SEJARAH MAJALENGKA dengan judul KERAJAAN TALAGA: MELACAK JEJAK BUJANGGA MANIK. Mangga ditingali.

    • Tergantung dari sudut mana kita melihat. Situ Sangiang memang ada di desa Sangiang. Pertanyaan: duluan situ atau duluan desa? Karena situ itu situ alami, dan situ itu dinamai Situ Sangiang (sambil terus harus dilacak kenapa namanya situ sangiang), maka ketika ada orang ngababak-babak membuat pemukiman, disebutlah kampung itu “kampung nu deukeut Situ Sangiang” yang lama-lama kata “situ”-nya hilang. Kedua, nama kerajaannya Talaga, bukan Situ, apalagi Situ Sangiang. Dulu, orang menyebutnya bukan situ, tapi talaga. Kerajaan itu ada di dekat talaga, jadi disebut Talaga. Dekat itu tidak berarti HARUS berada di situ. Kabupaten Maja dulu, sebelum berubah jadi Majalengka, ibu kotanya di Sindangkasih, bukan di Maja. Lucu, ya! Kenapa tidak Kabupaten Sindangkasih? Nah, jangan pernah menyebut Kabupaten Majalengka dengan sebutan “atau Kabupaten Sindangkasih,” tak ada dalam sejarahnya. Khairul Ummah mengaku sendiri tulisannya” itu mengutip blog sebelah” (tidak tahu tulisan siapa), bukan tulisannya sendiri. Berbagai tulisan yang ada hanya menebak, bukan berdasarkan fakta kesejarahan. Bujangga Manik jelas-jelas pernah ke Walang Suji, dan Walang Suji ada di “alas” Talaga. Hanya, itu saat kapan? Akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 itu Kerajaan Talaga sedang dipimpin oleh siapa? Pada awal berdiri atau pada akhir? Itu yang harus dilacak. Tidak mustahil awalnya berdiri di desa Sangiang, tapi kenapa namanya Kerajaan Talaga? Kenapa tidak Kerajaan Sangiang? Karena tak ada bukti tertulis (prasasti), ya kita hanya menebak secara logis saja. Begitu. Maka, begitulah analisis saya dengan segala berbagai kemungkinan. Saya katakan mungkin pertama kali sebagai kerajaan adanya di Darmalarang. Darmalarang sama dengan Darmasuci (gelar keningratan Sunan Talaga Manggung pada awalnya, bukan naman aslinya). Mungkin juga di Sunia (Sunyalarang). Yang masih dilacak itu di mana Walang Suji, kok tidak ada tempat yang dekat dengan nama itu. Sok atuh bantuan teh ngalacak ngaran kampung baheula, saacan dilalanndih ku nu aran modern, nu deukeut ka walang (jahe) jeung suji (pandan). Mangga, diantos. Sareng mangga diaos KERAJAAN TALAGA: MELACAK JEJAK BUJKANGGA MANIK supados langkung ebreh, geura aya “analisis logis” mengenainya.

  2. nuju alit kira2 kelas 3 SD abdi kantos maca ihwal kerajaan talaga manggung (buku sumber tos hilap),keraton talaga manggung teh ayana di talaga,upami situ sanghiang teh tempat ngahiangna (menghilang) keraton talaga manggung beserta raja sareng prajuritna anu diyakini menjelma janten lauk anu aya di situ sangiang,ngahiang atau menghilang dikarenakan raja talaga menolak untuk masuk islam, tumaros kunaon sunan parung dikurebkeun di sangiang,apa aya tatalina sareng kerajaan talaga manggung,

    hatur nuhun,

    • Numutkeun Wawacan Talaga Manggung (aya ringkesanana kenging ngedit Edi S. Ekajaya spk.), nu janten lele teh Raden Panglurah sabaladna 99 urang, janten 100 sareng Raden Panglurah. Karajaan sareng Sunan Talaga Manggung mah anggap wae dogneng, sanes sajarah.
      Numutkeun Bujangga Manik (Prabu Jaya Pakuan) ibu kota karajaan Talaga (duka pas saha nu janten rajana) di Walangsuji. Ieu teh “topografi Jawa, khususna Jawa Barat” yang diakui dunia internasional. Eta teh sekitar akhir abad 15 atanapi awal abad ka-16 (jadi kira-kira 1475-1525an).
      Teu tiasa dipastikeun nu dikurebkeun di Sangiang teh Sunan Parung. Hiji, sesebatan Parung teh tiasa ku margi janten “pamingpin” di Parung, kadua, dikurebkeun di Parung, katilu maot (tilar dunya) di parung. Contona Sunan Jerokasio, pan ku margi mingpin di Jerokaso, Maja. Sunan Gunung Jati ku margi dimakamkeun di Gunung Jati. Pangeran Seda ing Lautan, Pangeran Seda ing Krapyak (tapi teu kasebat nya Sunan Tilar di Parung). Tah nu teu acan kapendak teh tempat nu disebat Parung, di mana di sakitar Talaga? Pan aya ge caket Darma. Saha terang eta makam Sunan Parung teh makam juru dakwah Islam ti Cirebon, tapi teu kasebat-sebat namina. Eta deuih gapurana geuning maka tulisan “Assalamu ‘alaikum.” Pan Sunan Parung mah teu acan Islam, nu Islam teh Sunan Parung Gangsa. Naha nu ti pandeuri nyieun gapura make gapura kaislaman? Mangga nu di Talaga tetelepek atuh ka saha, kitu. Nu di Jogja mah da sesah komunikasina. Kungsi ka Sangiang Situ teh waktos keur SD.
      Situ teh basa baheulana talaga (tina basa Sangsekerta tadaga anu hartosna balong gede pisan). Nu aya talagaan teh nya Sangiang, sanes Talaga ayeuna. Jadi, karajaan Talaga teh disebut kitu ku sabab pasti deukeut (atanapi miboga) talaga. Nya pasti ari caket ka Sangiang mah. Nu janten raja pangawalna (nu tos bentuk karajaan), aya kamungkinan Darmasuci II nu gelar Sunan Talaga Manggung. Ku margi namina Darmasuci, aya kamungkinan ibu kota (dayeuh) karajaan (nu deukeut) Talaga teh di Darmalarang (larang = suci).
      Eta teh tebakan keneh, da teu acan aya prasasti nanaon. Tapi, situ Sangiang na peta-peta Walanda sering diseratna Telaga Sangiang, sanes Situ Sangiang. Tah, nu janten pertanyaan teh, naha (iraha) “kota Talaga” ayeuna dijadikeun ibukota Karajaan Talaga? Peta-peta Walanda nyebat Telaga teh kota Talaga ayeuna, atanapi “karajaan Talaga”? Duka keneh. Upami di kota Talaga ayeuna, di mana aya “sisa-sisa karaton” teh, nya? Juru kunci Sangiang, saur nu nyerat di internet, malah yakin karaton Karajaan Talaga teh di tengah situ, dan aya batu-batu nu sok nonghol upami caina rada saat. Rada teu yakin, da “urang gunung” maha tara nyieun imah di tengah-tengah cai, sok di pasir atawa di tanah lendoh.
      Anu tidak mungkin teh, jigana, Talaga (ayeuna) teh baheulana talaga!!! Duka upami talagana legaaaaaaa pisan mah jiga “Talaga Bandung jaman prasejarah.”

  3. Pingback: Site survey : Situ Sangiang « written minds

  4. di setiap tepat pst ada sejarah ny . . Aku penduduk asli dari talaga .

    Situ sangiang , ci taman , sunia, darmalarang , ci lilin, ci kandang ,ci gowong , ganeas , pasangrahan, genteng . TALAGA . .

  5. langkung sae ulah waka darebat,meuning saling tapakuran hirup bari ngaca ka sajarah jaman katukang,rek dongeng atawa lain ,anu penting mah urang kudu sauyunan,yen talaga sangiang hiji bukti beungharna budaya sajarah sunda,maksudna enteung urang keur hirup hurip dialam dunya,tah eta bukti kakawasaan Allah SWT. Ngalarti teu ????

    • Gusti Allah teh pan ngandika “Liroaytahuu min aayaatinaa…….” (pikeun mintonkeun tanda-tanda aya jeung kakuasaan Allah). Kumaha urang bisa paham “pintonan” kakuasaan Gusti Allah? “Iqra'” Pek talungtik, da manusa teh dibere akal pikiran. Nu matak can kaasup jalma taqwa mun can make akal pikiranana (wa yatafakkaruuna fii khalqillLaahi) keeur maca “alam ciptaan Allah”. Atuh para ulama ge da make akal pikiran jeung elmu nalungtik sajarah teh, nu matak bisa nangtukeun mana hadis sahih, daif, hasan jeung sajabana. Tareh ge teu padu gapruk wae ditarima, bisi kaasupan carita-carita israiliyaaat. Islam teh maju ku diskusi, dialog, lain ku jumud, taqlid, jeung sabangsana (bil-maw’izhatil-hasanah wal-mujaadalah hasanah). Tah eta nu dicutat teh ayat-ayat Allah na Qur’an! Sok lah asah tah pikiran, bari asuh diri jeung balarea dumasar rasa asih! BaarakalLaah!

  6. Punten kang kapungkur mah di darmalarang ge aya situ tapi ayeunamah sa ageung balong kumargi seep ku sawaah, aya 2 situ julukan situ nu hiji mah situ hideung letak na di luhur nu ageung nu seep ku sawah mah situ darmalarang

  7. Kapungkur kinten taun 1960 dinten Kemis pun bapa (Abah Djufri) Blok Pajawan Desa Talagawetan kapasrahan buku sajarah talaga sareng keris anu namina “Keris Borojol” ti hiji sepuh anu jenenganna Ibu Alkimah eta kitab/buku teh jilidna tina kulit seratanana ku harupat nganggo aksara arab nanging bahasa sunda buhun. Dina wengi Jumaah bada sholat magrib eta buku teh dibaca ku pun bapa. Pun bapa kantos maca nanging teu dugi katamat jalaran rupina henteu tartib nyayogikeun heula sasajen, anu antukna pun bapa janten gegerem jiga maung. Antukna eta maca buku teh teu diteraskeun malih anjeuna kapiuhan, emut-emut tos tabuh 10 wengi.
    Nanging kantos diaos sapalih anu ungelna kieu:
    Dina hiji waktu aya rombongan prajurit ti Jawa anu ngahaja nananyakeun jago Talaga anu ngarana Aria Saringsingan, Eta prajurit teh nanya ka hiji lalaki make baju hideung didudukuy cetok mawa sundung (tanggungan wadah jukut) bari teugeug jeung ngancam ” Lamun teu dituduhkeun saha jago Talaga , andika ku kaula bakal ditelasan pati!” kitu pokna bari ngarawel kerah baju jalma anu ditakonan teh. Harita teh anu dijawel kerah bajuna teh langsung nepak dada ” Bisi andika hayang nyaho anu ngaran Aria Saringsingan, jago Talaga teh kaula” Kitu pokna bari eta sundung teh langsung jadi kumis salebar jalan Citungtung {kl 3 m) terus eta prajurit teh adu jajaten / perang ngalawan Aria Saringsingan sareng Panji Laksana. Prajurit ti jawa bubar ka tawuran, eleh. Nepikeun aya hiji kuda oge anu paeh. Sarengsena perang, Prabu pucuk Umum ngabewarakeun: Sing saha anu sanggup ngubur bangke kuda anu geus bau teh, pek eta tegalan sabauna bugang kuda nepi ka mana wae baris jadi milik anu daek ngubur bugang kuda. Kaleresan urang Talagawetan sareng Talagakulon anu daek ngubur bangke kuda teh. Carana bangke kuda dicolok ku iteuk, kalayan diacung acung ditanya masih bau ta henteu? puguh wae atuh nepi ka Ciranjeng, Cidadap, Cimanggu ( Kec Cikijing Kec. Cingambul) masih bau keneh da puguh bauna napel dina tongkat tea. Matak sawah Tegal teh harita mah bogana urang Talaga………
    Nembe dugi ka dinya……maca na teu diteraskeun.
    Eta buku teh dina dinten Jumaah teh dipulangkeun deui ka Ibu Alkimah tea. Saurna ti harita teh aya di Bapa Lebe Majasin Desa Genteng. Duka ayeuna ayana di mana da puguh jalmina tos parupus.

  8. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,,,,,,bilih aya ti para pembaca blog ieu anu uninga tanapi kantos nguping anu namina Raden Karta Atmaja,pami di Talagamah katelah naminateh Abah Mandor tanapi Bah Betong,anjeuna oge ngagaduhan nami sanes nyeta Raden Wangsapati,atuh bilih wae aya ti para pembaca anu ngaraos katurunan almarhum simkuring nyuhunkeun rundayanana sareng nyuhunkeun di sebatkeun saha wae nami-nami katurunanana.upami teu tiasa disebatkeun dibox komentar blog ieu,nyuhunkeun di imelkeun wae,,,ieu alamat imelna,,,,,adenasep7@gmail.com,,,,hatur nuhun ka pamiarsa sadaya pamiarsa blog teu kakantun kangge Pa Tatang Amirin salaku owner ieu blog,,,wassalam.

    Dari Abu Hurairoh r.a: Rosul bersabda barang siapa yang ingin diluaskan rizkinya, dan di panjangkan umurnya, hendaklah dia menyambungkan silaturahmi (H.R. Bukhori)

  9. kang, upami sangian , talaga aya keterkaitanna teu ? sareng sejarah makam cipager sareng nu di wanaperih, eta aya nilai sejarahna , haturnuhun

Leave a comment