LANGKAH-LANGKAH penelitian, masalah, permasalahan, dan jenis penelitian

Tatang M. Amirin; Edisi 18 Juni 2009; 22 Juni 2009

Mau ngutip? Tulis: Amirin, Tatang M. (2009). “Langkah-langkah penelitian, masalah, permasalahan, dan jenis penelitian.” tatangmanguny.wordpress.com

Masalah penelitian (“the felt need”); masalah yang problematik; permasalahan penelitian (“the problem”); “langkah penelitian”: menemukan (identifikasi) masalah, merumuskan permasalahan, [penulisan judul], merumuskan tujuan penelitian, menelaah literatur, mengumpulkan dan menganalisis data (metode/prosedur penelitian: penetapan/penegasan objek penelitian, penetapan/pemilihan sumber data, penetapan/penerapan teknik mengumpulkan data, penetapan/penerapan teknik analisis data); konsistensi identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah

Ketika seseorang akan melakukan penelitian, permasalahan pertama-tama yang dihadapi adalah mengenai masalah apa yang akan diteliti. Lebih sulit lagi jika dituntut agar yang dijadikan masalah penelitiannya adalah masalah yang bermasalah. Bingung ya dengan kata-kata bersayap (banyak menggunakan kata masalah) ini. Kita ubah: yang dituntut adalah masalah yang problematik. Masih bingung. Kita ubah lagi: masalah (sebenarnya objek penelitian) yang “menggigit.” Apa itu?

Sebelum lanjut perlu dikemukakan terlebih dahulu bahwa yang sering SALAH dilakukan adalah dengan memulai proposal (rencana, keinginan) meneliti itu dengan MENGAJUKAN (MENGEMUKAKAN) JUDUL PENELITIAN. Konkritnya, mahasiswa mendatangi dosen pembimbing skripsinya dengan membawa judul penelitian (hanya judulnya saja).

Judul penelitian itu nanti, belakangan! Judul penelitian ditulis manakala rumusan permasalahan penelitian sudah ditetapkan, sebab judul penelitian itu akan harus mencerminkan permasalahan yang akan diteliti.

PERMASALAHAN PENELITIAN > JUDUL PENELITIAN

(1) Masalah dan permasalahan penelitian

Nah, ada dua kata yang selalu disebut-sebut, yaitu: (1) masalah, dan (2) permasalahan. Ini harus dibedakan (terpaksa) karena penggunaannya sehari-hari sudah agak berbeda. Dalam proposal penelitian suka disebut harus ada RUMUSAN MASALAH. Ini akan kita maknai (sebutannya mungkin tetap saja, sama) sebagai RUMUSAN PERMASALAHAN. Apa itu masalah dan apa itu permasalahan? Ini yang akan kita bahas.

Saya suka memberikan contoh yang amat sederhana. Ada seorang gadis desa yang cantik jelita (ukuran desa), normal (artinya tidak termasuk yang berkelainan, tidak cacat apapun), sopan santun, ramah tamah, hormat pada sesama dan segala macam sifat-sifat yang baik, termasuk pintar juga. Umurnya sudah 28 tahun, tetapi ia belum punya suami, padahal gadis-gadis (DESA) sebayanya rata-rata sudah “momong” anak.

Ada sesuatu yang “menggelitik” di benak orang-orang, rasa penasaran, rasa ingin tahu (keingintahuan). Kata John Dewey “the felt need,” yaitu merasakan adanya sesuatu kebutuhan–keingintahuan–butuh akan jawaban; ini tahap pertama the reflective thinking, langkah-langkah penelitian keilmuan yang dirumuskannya. Apa yang ada di kepala orang-orang itu? Sebuah pertanyaan keheranan: “LHO, KOK?” “Kok bisa, ya???!” Dan sejenis itu.

Kenapa? Karena “agak aneh!” Yang lainnya sudah menikah dan beranak, ia belum. Kalau tidak cantik, pintar, ramah, sopan, berbudi dan sebagainya, apalagi agak kurang waras, wajar, lah. Ini kan termasuk “kembang desa”!

Itulah yang disebut dengan MASALAH. Dalam kasus ini ada “kesenjangan” (gap) antara yang ideal dengan yang senyatanya. Idealnya (mestinya) mempunyai suami (sudah menikah). Realita kenyataannya tidak mempunyai suami (belum menikah). Pacar saja belum punya.

Contoh “gap” lain: Idealnya (mestinya, menurut ketentuan) setiap karyawan PNS hadir bekerja dari jam 7.00 sampai dengan 14.00 (ambil pukul rata yang umum, bukan Jumat ). Di Kantor Dinas Tamanraya setiap harinya 50% karyawan datang ke kantor pukul 8.00 dan pukul 13.00 sudah tak ada satu pun lagi karyawan di kantor. Ada masalah yang berkaitan dengan kedisiplinan kerja, alias ketidakdisiplinan, yaitu harusnya tepat waktu, kenyataannya tidak tepat waktu.

Itu MASALAH. Itu fakta. Itu realita. Itu CERITRA (paparan deskripsi keadaan). Sama dengan jika kita paparkan (ceriterakan) bahwa sekolah-sekolah di Kabupaten Tujuhjati belum seluruhnya memiliki ruang perpustakaan yang representatif. Bahwa sekolah-sekolah di Kabupaten Maoslengkit (penghalusan kata “majalengka” yang beraati “majapahit”) belum memiliki fasilitas laboratorium yang memadai. Bahwa para pengawas di kabupaten Pasirayu belum efektif melakukan supervisi. Dan sebagainya.

Masalah belum merupakan permasalahan (“the problem” kata John Dewey dalam “the reflective thinking“-nya). Permasalahan itu dapat dikatakan lain sebagai “pertanyaan penelitian” (research question). Pertanyaan penelitian maknanya pertanyaan yang jawabannya akan diperoleh dengan melakukan atau melalui penelitian, dalam hal ini penelitian empiri, bukan pemikiran filosofis atau penalaran.

Tentang yang terakhir ini kiranya perlu diperjelas. Jika kita bertanyakan, misal, kurikulum mana yang lebih baik, yang disusun berbasis kompetensi ataukah berbasis disiplin ilmu, maka jawabannya tidak memerlukan penelitian empiri, cukup dijawab secara filosofis atau penalaran biasa. Begitu pula jika kita mempertanyakan apakah pendidikan kejuruan (SMK) lebih menguntungkan pembangunan bangsa dan negara dibandingkan pendidikan umum (SMA). Atau: Apakah semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan gratis dari Pemerintah? Atau: Apakah wajib belajar itu hanya sampai pendidikan dasar ataukah harus sampai pendidikan menengah? Semua pertanyaan tersebut bukan pertanyaan penelitian.

Kembali ke contoh di muka. Tentang gadis desa itu kita dapat mengajukan pertanyaan (permasalahan), misal, “Kenapa tidak (belum) menikah?” Atau, jika sudah punya dugaaan tertentu, “Apakah ketidakmenikahannya itu ada kaitannya dengan rasa tanggung jawabnya untuk membesarkan adik-adiknya, karena ayahnya sudah meninggal dunia?”

Berdasarkan permasalahan (pertanyaan penelitian; “the problem”) tersebut di atas dapatlah dipertegas bahwa yang akan menjadi objek penelitiannya adalah : (1) faktor-faktor penyebab ketidakmenikahan si gadis desa, atau (2) kaitan ketidakmenikahan dengan tanggung jawab membesarkan adik.

Jika permasalahan penelitian sudah dirumuskan, barulah judul penelitian bisa dirumuskan. Jadi, judulnya akan menjadi: (1) faktor-faktor penyebab ketidakmenikahan si gadis desa [penelitiannya akan eksploratif deskriptif]; atau (2) hubungan tanggungjawab membesarkan adik dengan ketidakmenikahan [penelitiannya akan korelasional; variabelnya ada dua, yaitu rasa tanggung jawab membesarkan adik–variabel independen, dan kegamangan menikah–variabel dependen].

Sudah barang tentu contoh di atas merupakan contoh yang amat disederhanakan. Sekedar untuk mempermudah memahami bagaimana cara menemukan objek (masalah/permasalahan) penelitian. Penelitian tidaklah sesederhana itu, pasti.

Perlu dipertegas terlebih dahulu bahwa penelitian tidak harus selalu dimulai dari MASALAH seperti diilustrasikan di atas. “The felt need” (sesuatu yang dirasakan menggelitik atau mengganjal pikiran) itu bisa berupa sesuatu yang benar-benar membuat ingin tahu, bukan karena ada kesenjangan. Jika di Kabupaten Pageraji yang relatif tergolong wilayah pedesaan itu ada satu sekolah yang mampu menjadi sekolah berstandar internasional (SBI), misalnya, tentu merupakan sesuatu yang menarik. Terhadapnya dapat diajukan berbagai pertanyaan (permasalahan). Misalnya: (1) Ada pemikiran atau latar belakang filosofis apa pihak sekolah mengusahakan sekolahnya menjadi SBI (karena berada di lingkungan pedesaan, bukan perkotaan, apalagi metropolitan: Kenapa “go international”?). Misal lain: (2) Apa yang sudah dilakukan pihak sekolah selama ini untuk mencapai taraf SBI itu? (3) Apa dan siapa yang menjadi pendukung dan penggerak utama gagasan tersebut? (4) Bagaimana pihak sekolah mencukupi berbagai “persyaratan” SDM dan fasilitas untuk memenuhi standar tersebut? (5) Apakah usaha itu benar-benar merupakan usaha kolektif bersama warga sekolah, ataukah ada “tangan kuat” tertentu yang “menyeret/menarik” untuk menjadikannya SBI? Dan berbagai pertanyaan lainnya. Bisa banyak sekali, sehingga VARIABEL PENELITIANNYA–ini konsumsi mereka yang suka sekali dengan bahasa variabel penelitian untuk menyebut objek penelitian–PUN AKAN RIBUAN. Padahal yang diteliti (subjek penelitian) cuma satu (satu Kabupaten, tapi).

Sudah barang tentu pertanyaan-pertanyaan (permasalahan) tersebut jawabannya dapat dilakukan dengan penelitian empiri (perlu tanya sana sini situ dengan mewawancara banyak orang dan sejenisnya), sehingga jadilah pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan penelitian.

Oleh karena yang akan diteliti hanya satu sekolah, maka penelitian yang dilakukan menjadi apa yang disebut sebagai penelitian studi kasus (bukan “studi kasus” tapi “penelitian studi kasus” atau “case study research“). Begitu pula jika meneliti si gadis desa (walau “tak layak” diteliti, cukup “ditelusur” saja), termasuk penelitian studi kasus. Karena penelitiannya itu pun akan bersifat menggali, mengorek-korek banyak hal yang belum banyak diketahui (diketahui umum, bukan hanya peneliti!), jenis penelitiannya dapat pula disebut sebagai penelitian eksploratif atau eksploratori.

Penelitian studi kasus itu penelitian yang mendalam terhadap seseorang atau sesuatu (lembaga, badan, atau organisasi, geng, dan sebagainya). Karena mendalam, maka segala seluk beluk, lika-liku-lekuk sosok seseorang atau sesuatu itu menjadi dapat tereksplor, tergali, terungkap, sampai-sampai “dalam hati” yang sulit dijejaki pun bisa dideskripsikan.

Sebelum lanjut, mati kita simpulkan dulu (ini harus, karena menyangkut rumit-rumit saling silang): Jadi, orang bisa melakukan penelitian studi kasus secara eksploratif untuk bisa mendeskripsikan problem-problem yang terjadi di lapangan.

(2) Masalah yang problematik

Mari masuk ke contoh lain, keadaan di (sekedar contoh) Kabupaten Maoslengkit seperti telah diutarakan di muka. Di kabupaten ini sebagian besar sekolah tidak memiliki laboratorium yang memadai. Apa yang kita pertanyakan tentangnya? Tentu tidak bertanya semisal hanya bertanyakan “kenapa” (Kenapa tidak memiliki laboratorium yang memadai?)? Temukan pertanyaan yang lebih “mengiggit” (problematik) dengan menelusur berbagai situasi dan kondisi Kabupaten tersebut.

Kalau, sebagai misal, Kabupaten tersebut sebenarnya termasuk kabupaten yang kaya, para orang tua murid juga sebagian besar termasuk orang menengah, maka rasanya ada yang aneh jika sekolahnya tidak memiliki fasilitas yang memadai. “Apakah “rasa handarbeni” (“sense of belongingness” atau rasa kepedulian) orang tua murid dan masyarakat akan pendidikan rendah?” Atau, “Apakah perhatian Pemda terhadap pendidikan rendah?” Atau, “Apakah sekolah punya anggapan bahwa laboratorium bukan sesuatu yang penting dalam pendidikan?”

Bagaimana kalau Kabupaten tersebut termasuk kabupaten yang miskin? Ya wajar jika serba tak berkecukupan. Tidak ada permasalahan yang perlu dipertanyakan, karena “tidak punya dana cukup” untuk pengadaan berbagai fasilitas sekolah. Tapi, tunggu dulu! Ada pertanyaan lain yang bisa muncul, misalnya, bagaimana sekolah bisa mengoptimalkan pencapaian mutu pendidikan dengan (dalam) kondisi fasilitas yang serba tidak memadai? Apa kiat sekolah untuk mengupayakan agar sekolahnya tetap bermutu? Atau, apakah para guru dan pengelola sekolah sudah sedemikian lemah semangat sehingga tidak ada usaha apapun untuk melengkapi fasilitas secara swadaya?

Ingat: telusuri dulu sebelum memunculkan pertanyaan permasalahan. Jadi, lakukan studi pendahuluan. Hanya dengan cara demikian maka permasalahan yang problematik akan mudah dirumuskan.

Jika permasalahan sudah terumuskan dengan jelas, maka otomatis objek penelitian akan tertegaskan dengan sendirinya. Ambil contoh yang dipertanyakan (dipermasalahkan) adalah mengenai apa saja kiat sekolah (para guru) memelihara mutu pendidikan dengan kondisi fasilitas sangat terbatas. Yang menjadi objek penelitian adalah kiat guru menjamin mutu pendidikan di sekolah (keterbatasan fasilitas sudah diketahui sebelumnya, jadi tak usah disebutkan). Jadilah “topik” penelitiannya mengenai kiat guru menjamin mutu pendidikan. Jadilah judul penelitiannya menjadi “Kiat Guru Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Berfasilitas Terbatas” (di . . . boleh disebutkan).

(3) Langkah-langkah penelitian

Diam-diam langkah-langkah penelitian sedang kita bahas. Ulang:

Langkah 1: Menemukan masalah atau “the felt need” (sesuatu yang “menggelitik keingintahuan”). Misal: Fasilitas sekolah minim, padahal mutu pendidikan harus tetap dijamin, lalu apa mutu pendidikan di sekolah itu bisa terjamin?

Langkah 2: Merumuskan permasalahan (yang “menggigit”). Pertanyaan mengenai masalah = “the problem“; agar lebih konkrit jadikan sebagai “research question.” Misal: Kiat apa saja yang dilakukan staf sekolah untuk menjamin (meningkatkan) mutu pendidikan di sekolah dengan adanya keterbatasan fasilitas?

Langkah 3 (agar diingat saja, supaya tidak dijadikan yang paling pertama): Menuliskan/merumuskan judul penelitian. Misal: Kiat Sekolah-sekolah Berfasilitas Terbatas Meningkatkan Mutu Pendidikan.

Langkah 4: Merumuskan tujuan penelitian. Ini sebenarnya hanya mempertegas saja apa yang menjadi “objek penelitian”. Tujuan penelitian (“menghasilkan apa?”) pada garis besarnya ada tiga kemungkinan: (1) mendeskripsikan, (2) mengkorelasikan dua variabel atau lebih, dan (3) mengeksplanasikan kausalitas (sebab akibat). Misal: (1) Mendeskripsikan kiat-kiat yang dilakukan guru mengatasi keterbatasan fasilitas untuk meningkatkan mutu pendidikan. (2) Menetapkan hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan prestasi belajar di … (3) Menguji apakah kegiatan belajar mengajar menggunakan media pengajaran akan lebih meningkatkan prestasi belajar murid dibandingkan yang menggunakan alat pelajaran konvensional.

Langkah 5. Menelaah literatur. Untuk penelitian eksploratif dan deskriptif telaah literatur diperlukan agar setidak-tidaknya konsep-konsep tertentu jelas definisinya (baca tulisan tentang konsep dan variabel dalam blog ini). Untuk penelitian korelasional dan kausal kajian literatur sebagai dasar merumuskan hipotesis (simpulan teoritik). Oleh karenanya dalam (untuk) penelitian eksploratif dan deskriptif isi kajian literatur itu bersifat mendeskripsikan konsep-konsep yang terkait dengan topik penelitian, runtut dari konsep yang luasan (muatan isinya) terbesar ke yang terkecil. Misalnya, mulai dari konsep tentang sekolah, baru masuk PBM, lalu ke fasilitas pendukung PBM, lalu ke pengelolaan fasilitas pendukung PBM. Untuk penelitian korelasional dan kausal menggunakan pola deduktif (uraian paparan luas dan mendalam tentang “teori” yang “diberlakukan” pada kasus. Oleh karena menghubungkan dua variabel atau lebih, maka ada paparan deskriptif konseptual tentang masing-masing variabel. Setelah itu disusun “kerangka pikir” (paradigma) hubungan antar variabel tersebut, yaitu bahwa secara teoritik Variabel X berkorelasi dengan Variabel Y (korelasional), atau bahwa metode X akan meningkatkan produk Y (kausal/eksperimental). Yang bersifat umum ini kemudian “diterapkan” (dianggap akan berlaku) pada kasus di Sekolah KLM, atau di Kabupaten PQR: Metode X dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Sekolah KLM. Simpulan terswebut jadilah sebuah “hipotesis.”

Langkah 6. Mengumpulkan dan menganalisis data. Untuk mengumpulkan dan menganalisis data ini tiga unsur yang harus menjadi perhatian. Karena mengandung tiga unsur itu maka sebutan “mengumpulkan dan menganalisis data” diperluas menjadi metode penelitian (bagaimana penelitian dilakukan/akan dilakukan) atau prosedur penelitian (langkah demi langkah pelaksanaan penelitian). Pada saat menyusun proposal penelitian akan selalu berbunyi “akan” (data akan dikumpulkan dengan teknik …; data akan dianalisis dengan teknik …). Jika sudah laporan akan berbunyi “data dikumpulkan dengan teknik . . . dan dianalisis dengan teknik . . .

Unsur yang terkait dengan pengumpulan dan analisis data itu adalah: (0) objek penelitian –ini sudah ditegaskan di muka: apa saja yang akan diteliti [baca: data apa saja yang akan dihimpun]. Lainnya yang termasuk aspek metodologis: (1) sumber data diperoleh, tetapkan siapa atau apa [baca: subjek penelitian, atau responden penelitian–mencakup penegasan populasi dan sampel penelitian, ataukah nara sumber/informan penelitian]; (2) teknik/cara pengumpulan data; tegaskan data akan dihimpun dengan teknik apa, ini harus disesuaikan dengan jenis data yang akan dihimpun dan sumber datanya, (3) teknik analisis data: menggunakan apa, analisis kualitatif-naratif-verbalistik ataukah kuantitatif-statistik.

Selesai, tinggal menuliskan laporan.

(4)Identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah

Nah, sebelum diakhiri, pada saat pertama-tama mencari masalah pada umumnya dilakukanlah pencarian dan pencatatan masalah (disebut dengan identifikasi masalah). Jadi dalam “topik atau tema” tertentu dapat dicatat diidentifikasi tidak cuma satu masalah, ada beberapa masalah yang muncul (usahakan demikian!)

Dari sekian banyak masalah tersebut dipilihlah satu atau dua masalah yang akan dipermasalahkan, tentu yang akan diteliti (lazim disebut dengan batasan masalah). Batasan msalah jadinya berati pemilihan satu atau dua masalah dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi.

Batasan masalah itu dalam arti lain sebenarnya menegaskan atau memperjelas yang menjadi masalah. Dengan kata lain, merumuskan pengertian dan menegaskannya dengan dukungan data-data hasil penelitian pendahuluan seperti apa “sosok” masalah tersebut. Misal, jika yang dipilih mengenai “prestasi kerja karyawan yang rendah” dipaparkanlah (dideskripsikanlah) “kerendahan” prestasi kerja itu seperti apa (misalnya kehadiran kerja seberapa rendah, keseriusan kerja seberapa rendah, kuantitas hasil kerja seberapa rendah, kualitas kerja seberapa rendah).

Dapat pula batasan masalah itu dalam arti batasan pengertian masalah, yaitu menegaskan secara operasional (definisi operasional) masalah tersebut yang akan memudahkan untuk melakukan penelitian (pengumpulan data) tentangnya. Misal, dalam contoh di atas, prestasi kerja mengandung aspek kehadiran kerja (ketepatan waktu kerja), keseriusan atau kesungguhan kerja (benar-benar melakukan kegiatan kerja ataukah malas-malasan dan buang-buang waktu, banyak menganggur), kuantitas hasil kerja (banyaknya karya yang dihasilkan berbanding waktu yang trersedia), dan kualitas hasil kerja (kerapihan, kecermatan dsb dari hasil karya).

Pilihan makna yang mana yang akan diikuti sebenarnya tidak masalah. Idealnya: (1) membatasi (memilih satu atau dua) masalah yang akan diteliti (pilih satu atau dua dari yang sudah diidentifikasi), lalu (2) menegaskan pengertiannya, dan (3) memaparkan data-data yang memberikan gambaran lebih rinci mengenai “sosoknya.”

(5) Kesejalanan (konsistensi) identifikasi masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah

Jangan pula sampai salah (ini sering terjadi): fokus pada masalah yang sudah diidentifikasi, jangan keluar daripadanya. Jadi, jika masalahnya berupa “prestasi kerja karyawan yang rendah” (yang dipilih dari, misalnya: kreativitas kerja yang rendah, kemampuan berinisiatif yang rendah, kerja sama (kolegialitas) yang rendah, loyalitas yang rendah, dan lainnya), maka yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) tentu mengenai kerendahan prestasi kerja karyawan, bukan mengenai faktor penyebab rendahnya prestasi kerja karyawan, atau upaya memotivasi karyawan. Jika yang jadi masalah kekurangan fasilitas (sarana prasarana) pendidikan, maka yang disebutkan (dituliskan) adalah bahwa yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) adalah masalah kekurangan fasilitas, bukan pengelolaan fasilitas. Kekurangan fasilitas dan pengelolaan fasilitas merupakan dua hal yang berbeda [Ada masalah apa pula dengan pengelolaan fasilitas? “Pengelolaan fasilitas” bukan masalah, itu topik atau tema! Lain jika “salah kelola fasilitas” atau “ketidakefektivan pengelolaan fasilitas” ].

Dari masalah yang sudah dipilih itu kemudian dirumuskan “permasalahan” yang dipertanyakan (rumusan masalah–baca: rumusan permasalahan, atau pertanyaan penelitian) yang nantinya akan diteliti (dihimpun dan dianalisis data tentangnya). Misalnya: “Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan prestasi kerja karyawan rendah?” [Penelitian eksploratif deskriptif]. “Adakah keterkaitan prestasi kerja karyawan yang rendah dengan sistem pengupahan yang tidak berbasis prestasi (remunerasi)?” [Penelitian korelasional–dalam hal inisistem pengupahan menurut persepsi karyawan, sehingga variabel independennya persepsi atau penilaian karyawan tentang sistem pengupahan–baik/tidak baik, dan variabel dependennya prestasi kerja karyawan–tinggi/rendah].

31 thoughts on “LANGKAH-LANGKAH penelitian, masalah, permasalahan, dan jenis penelitian

  1. Kata orang … ini bisa, yang lain itu ga bisa…. yang lain lagi bisa ya, bisa tidak ……….. puchinggggggggggggg

    Pengantar yang ga ngerti maksudnya apa, tp paling tidak mengarah ke suatu masalah dan ingin cari solusi. Sy sangat tertarik dgn tulisan2 Pak, tentang Purposive Sampling yang intinya sampel ditentukan dengan syarat2 tertentu… yang penting ada tertentunya. Bukan bgtu pak? Di tempat lain jika penentuan sampel yg sistemnya tidak acak (termasuk purposive sampling dkk-nya) maka teknik analisisnya cukup sampai analisis statistik dekriptip……..kalau sudah masuk ke teknik analisis selanjutnya itu sudah salah.. apapun jenis analisisnya, yang penting stop di analisis deskriptif. Kacau nihh… Alasannya cukup sederhana, teknik non acak tidak melibatkan unsur probabilitas…….. betul ga ya, kalau teknik non acak cukup berhenti pada analisis deskriptip?????

    • Maaf, ni dah dijawab, tapi dalam arsip tampilan kok gak ada. Jadi nih dijawab lagi: Jika sampel tidak acak (nonrandom/nonprobabilistic sampling), termasuk jika sampel sedikit sekali, dan jika hasil data setelah dicek ternyata tidak normal distribusi frekuensinya (tidak seperti bentuk lonceng), gunakan teknik-teknik analisis nonparametrik. Itu bukan hanya deskriptif, tapi inferensial. Tunggu, ada “konsep” lain tentang statistik deskriptif dan staitsitik inferensial. Coba juga pelajarai yang terbaru.

  2. kuq gak da lampirannya y?
    setau saya laporan penelitian itu ada lampirannya….
    tlong dunk tampilin contoh lampirannya…..
    coalna saya bingung…

    • Waduh, ini nanyain apaan, sih?! Kok ujug-ujug koq gak da lampirannya? Emang baca apa?!! Tapi, oke. Yang lazim dilampirkan dalam laporan penelitian itu, lepas dari yang administratif semisal izin penelitian, adalah: (1) daftar responden atau sampel penelitian–jika sangat banyak–walau tidak selalu dituntut harus dilampirkan, (2) panduan/instrumen pengumpulan data–jika penelitian bersifat mengukur-ukur variabel, (2) hasil olahan analisis data statistik jika analisis statistik (korelasi, misalnya), atau hasil-hasil wawancara penelitian kualitatif, atau foto-foto kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK) — dipilih yang menunjukkan inti tindakan PTK.

  3. Pak, ijin nyantelkan link ini ke e-learning ya…buat nambah2 bahan anak2 belajar..hatur nuhun….

  4. Pak punten terangkeun deui penelitian eksploratif anu heunteu berangkat tina masalah teh kumaha eta langkah-langkahna? bingung keneh ieu teh pak.
    apan aya latar belakang sareung rumusan masalah tapi teu berangkat tina masalah, kumaha eta teh nya pak??? hatur nuhun sateuacana

    • Masalahnya itu kamu belum tahu “objek ” yang akan diteliti. Jadi rumusan masalahnya ya rumusan mengenai apa sih sebenarnya yang dipertanyakan dan akan diteliti. Gitu. Muter-muter, nya. Ia, masalah itu sesuatu yang “mengganjal” pikiran (Kok, begitu? Kok beda dari yang lain?). Atau, yang membuat “rasa ingin tahu” muncul. Atau ya memang karena “bermasalah” (buku yang akan dipinjamkan kurang, alat peraga yang akan digunakan rusak). Lalu “dipermasalahkan” atau dipertanyakan (dalam bentuk rumusan masalah: Bagaimana sih kok bisa begitu? Dulunya memang seperti apa kok bisa sekarang seperti ini?) Baca juga komentar tentang PENELITIAN EKSPLORATIF

  5. Assalamu alaikum,
    Perkenalkan saya seoarang mahasiswa yang ikut kuliah kelas pegawai (walaupun saya hanya masyarakat biasa). Prodi saya Ilmu Sosial dan Ilmu Politik konsentarsi Adminstrasi Negara.
    Sekarang saya sedang mempersiapkan Judul Skripsi untuk diseminarkan, tapi materi Metodologi Penelitannya sangat susah dipahami. Kebanyakan Mahasiswai mengambil jalur pintas dengan cara dibuatkan oleh seseorang.

    Alhamdulillah saya menemukan tulisan-tulisan Bapak yang sekarang sedang dan akan dipelajari (maklum usia sudah 45 tahun ditambah beban keluarga jadi rada telat pemahamanya).

    Jika berkenan sudilah Bapak mengomentari Judul dan arahan sambil saya mendalami tulisan-tulisan Bapak.

    >PERANAN PEMERINTAHAN DESA DALAM IMPLEMENTASI
    PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA PARTISIPATIF
    DI DESA MEKARJAYA KECAMATAN SUKALUYU
    KABUPATEN CIANJUR
    > IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN
    MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MPd)
    (Studi pada Perencanaan Pembangunan Desa Partisipatif ,di Desa Mekarjaya
    Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur)

    Penelitian akan difokuskan pada implementasi PNPM MPd dalam Perencanaan Pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat yang dituangkan dalam Dokumen RPJM dan RKP Desa.karena keterlibtan Masyarakat dalam Perencanaa Pembangunan ini masih kurang. Perencanaan yang tertuang dalam dokumen RPJM dan RKP Desa tidak jadi acuan dalam peleksanaan pembangunan

    Dari kedua Judul diatas apakah bisa dilakukan Penelitan? Judul mana yang lebih memungkinkan saya melakukan penelitian?
    Analisis data apa yang lebih cocok, apakah analisis kualitatif atau kuantitatif-statistik?

    • Maaf internet di rumah kena puting beliung, jadi baru sempat buka. dua-duanya bisa diteliti. tapi apanya yang akan diteliti? coba rumuskan dalam bentuk permasalahan penelitian (rumusan masalah). bukan judul dulu, tapi permasalahannya dulu. penelitannya kualitatif. jadi baca buku2 metris kualitatif.

      • Terima kasih atas responnya. Saya ikut prihatin dengan musibah yang menimpa Bapak. Semoga Bapak dan keluarga seantiasa ada dalm lindungan Allah Swt. Yang jadi masalah adalah kurangnya partisipsi masyarakat dalam perencanaan pembangunan apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada di desa.
        Bagaimana menurut Bapak? Kami mohon saran dan arahanya.

      • Saya akan membandingkan partisipasi kehadiran masyarakat dalam musyawarah dibandingkan dengan jumlah penduduk dewasa yang ada di desa itu.

  6. Terima kasih atas balasanya,
    Sebelum melakukan Penelitian, terlebih dahulu saya harus mengikuti SUP (Seminar Usulan Penelitian). Jadi harus menyiapkan dulu proposal yang isinya meliputi: (1)Latar Belakang Penelitian, (2)Identifikasi Masalah, (3)Tujuan dan Kegunaan Penelitian, (4)Kerangka Pemikiran dan Hipotesis, (5)Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data, (6)Lokasi dan Waktu Penelitian

    Itulah kiranya yang membuat saya jadi terpaku pada Judul, banyaknya permasalahan yang ditemui dilapangan sementara saya belum/kurang menguasai Metodologi Penelitian.

  7. Terima kasih atas balasanya,
    Sebelum melakukan Penelitian, terlebih dahulu saya harus mengikuti SUP (Seminar Usulan Penelitian). Jadi harus menyiapkan dulu proposal yang isinya meliputi: (1)Latar Belakang Penelitian, (2)Identifikasi Masalah, (3)Tujuan dan Kegunaan Penelitian, (4)Kerangka Pemikiran dan Hipotesis, (5)Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data,
    (6)Lokasi dan Waktu Penelitian

    Itulah kiranya yang membuat saya jadi terpaku pada Judul, banyaknya permasalahan yang ditemui dilapangan sementara saya belum/kurang menguasai Metodologi Penelitian.

  8. Peranan Pemdes terhadap partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. misalnya tingkat kehadiran masyarakat dalam Musrenbang Desa. disisi lain sepertinya masyarakat belum memahami isi RPJM dan RKP desa padahal kedua dokumen inilah yang jadi acuan dalam pembangunan desa.

    Harapanya dengan masyarakat ini terlibat dalam perencanaan pembangunan maka akan mendorong adanya swadaya/gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan serta timbulnya rasa memiliki hasil pembangunan dan sadar untuk memelihara atau melestarikannya.

    Jadi saya mau mengukur partisipasi masyarakat dengan meneliti tingkat kehadiran masyarakat dalam musrenbang dan (bagaimana pemdes menggerakkan masyarakat untuk partisipasi) seperti yang Bapak sampaikan sebelumnya.

    Metodologi penelitannya mau deskriptif kualitatif.

    Mohon saran dan masukannya,
    Terima kasih atas waktu dan tanggapannya.

  9. Terima kasih atas jawabannya,
    Pembimbing menyarankan saya untuk merubah judul karena saya harus meneliti karakter orang,
    Jadi sekarang judulnya “Perencanaan oleh Kepala Desa terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.
    Mudah-mudah Bapak tidak bosan untuk memberikan comment atas pertanyaan saya yang mungkin sebetulnya tidak layak saya tanyakan, karena masih dasar sekali.

    • Woh, lha kok judulnya malah kurang komunikatif! Kata “terhadap” itu harus jelas penempatannya. Misalnya: Terhadap mereka yang salah harus diberi hukuman. Sikap petani tembakau terhadap undang-undang tokok dan tembakau. Perasaanku terhadap gadis desa. Nah, ini “perencanaan oleh kepala desa”, lalu “terhadap”, lalu “partisipasi masyarakat.”Kan, gak nyambung blas! Makanya, jangan judul dulu, tapi yang mau diteliti itu ap, sih?!! Lain jika “pengaruh perencanaan program tanpa melibatkan masyarakat terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan,” baru jelas letak posisi kata “terhadap” itu. Tapi hati-hati mencari data “pengaruh”, tak mudah, lho!

      • Termakasih atas komentar dan masukannya. Sebetulnya saya sependapat dengan apa yang Bapak sampaikan, Yang mau saya teliti itu tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa (mengacu pada PP 66 2007 tentang Desa dan Surat Mendagri tentang Petunujk Teknis Perencanaan Pebangunan Desa.
        Dosen mengharuskan saya meneliti karakter seoarang pemimpin/kepala desa. Awalnya hal ini terjadi krna saya tidak mau membuat skripsi didapur skripsi yang judulnya sudah diplot dari sana, sementara saya mempunyai tujuan agar dari apa yang saya teliti itu dapat bermanfaat untuk saya dan orang lain yang memerlukannya.

  10. Terima kasih support-nya.
    Kalau Bapak pernah mengupas Kerangka pemikiran dan hipotesis dilaman mana?

    • Pelajari bagimana cara menyusun hipotesis, mulai dari teknik menyusun analisis landasan teori, dari analisis landasan teori itu akan muncul kerangka pikir (hubungan korelasi asosiasi antar variabel secara teoritik), simpulannya jadilah hipotesis penelitian.

  11. assalamualaikum pak..
    saya mau tanya pak…
    penelitian saya kan eksperimen..
    “PERBEDAAN HASIL BELAJAR MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR DAN TEKNIK PARAFRASE PUISI SISWA KELAS X”
    jadi dibutuhkan 2 kelas eksperimen..
    lalu bagaimana dengan kelas kontrolnya pak?
    apakah perlu?
    dalam buku d jelaskan bahwa syarat penelitian eksperimen itu ada kelas kontrol dan kelas ekperimen…
    nah bagaimana dengan pretes..
    apakah diperlukan juga pak?

    • Kelasnya ya dua kelas itu, tinggal mana yang dijudgment (dianggap nalar) sebagai kelompok coba (treament), yaitu yang dianggap secara teoritik akan lebih baik hasilnya (dirangsang gambar atau puisi). Kalau tidak jelas, ya sebut saja penelitian perbandingan, tak perlu disebut penelitian eksperimen, tapi kesetaraan kelas tetap harus dijamin!

  12. mohon maaf pak saya wulandari, mau tanya jika saya menggunakan angket dengan jawaban “ya” atau “tidak” apakah saya perlu melakukan uji coba instrumen terlebih dahulu atau tidak? terimakasih.

    • Pertama ikuti saran dosen pembimbing (Jangan lupa, banyak dosen pembimbing yang bukan ahli metodologi, hanya ahli substansi ilmu yang diteliti). Jadi,m jika dosen tidak meminta uji coba, yua gak usah (mudah-mudahn paham angket ekslpore atau faktual tak perlu uji instumen).Kedua, bukan soal ya tidak instrumen perlu diujicoba, tapi soal validitas dan reliabilitas (kalau mengukur). Uji coba angket dipandang perlu untuk “keterbacaan” (keterpahaman) oleh calon responden.

Leave a reply to dian Cancel reply